SANGATTA, Wartakutim.com – Pelaksanaan jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Kutai Timur, ternyata belum berjalan mulus, walau BPJS (Badan Peyelenggara Jaminan Sosial –Red) sendiri talah berjalan sejak 1 Januari 2014. Hal ini karena masyarakat masih banyak yang belum tahu persis prosedur dan cara berobat dengan menggunakan layanan BPJS ini.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kutim Bahrani Hasanal , Mengatakat masyarakat kutim pada umumnya telah terbiasa menggunakan jaminan Jamkesda. Sehingga untuk jaminan kesehatan lain seperti BPJS yang merupakan layanan kesehatan gratis program dari pemerintah pusat untuk masyarak Kurang mampu masih kurang mendapat respon dari masyarakat.
Dimana di RSUD, Kata Bahrani bisa juga dilayani secara langsung atau tanpa rujukan. Sementara dalam Pola pengobatan BPJS, wajib hukumnya melalui rujukan dokter praktek atau dari Puskesmas.
“Kalau tidak ada rujukan dari dokter praktek atau puskesmas, maka RSUD tidak bisa layani. Karena yang bisa dilayani di RSUD, itu hanya rujukan,” jelas Bahrani.
Diakui, karena prosedur seperti itu, maka pihaknya beberapa kali meminta pasien untuk meminta rujukan dari puskesma terlebih dahulu, sebelum ke RSUD
“ RSUD tidak tolak, tapi memang harus melalui prosedur. Karena BPJS di RSUD yang dulunya juga merupakan pos layanan Jamkesmas, tidak akan layani pasien yang tidak melalui rujukan,” Jelasnnya.
Dia menambahkan untuk pasian Gawat darurat, dalam dilayani dimana saja. Pihak puskesmas dan rumah sakit wajib untuk melayaninya. Sementara untuk pasien rawat jalan kata Bahrani wajib meminta rujukan dari puskesmas.
“Kalau soal kartu, tak masalah sebenarnya, karena sudah jelas perserta BPJS itu dari Jamkesmas, Asabri, Askes, itu masuk BPJS. Karena itu, yang kini jadi kantor BPJS adalah kantor Askes. Dan peserta itu nanti akan secara bertahap harus ganti kartu menjadi kartu BPJS. Yang jadi masalah sekarang ini adalah prosedur pengobatan, yang memang harus sesuai dengan tahapan yaitu pertam dari dokter praktek, atau Puskesmas, setelah itu dirujuk ke RSUD kalau Puskesmas tidak mampu,” katanya.
“Saya berfikir sosialisasi ini perlu waktu sekitar 6 bulan baru berjalan efektif,” lanjut Ketua IDI Kutim ini.