BeritaWarta Parlementeria

Sobirin : Tuntutan Masyarakat Soal Ganti Rugi Lahan Wajar

80
×

Sobirin : Tuntutan Masyarakat Soal Ganti Rugi Lahan Wajar

Sebarkan artikel ini

SANGATTA – Berlangsungnya Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Selasa (17/3/2020) di ruang hearing DPRD Kutim di komplek perkantoran Bukit Pelangi Sangatta, yang berkaitan dengan tuntutan ganti rugi lahan yang diklaim oleh Muksin, Suratna, dan Wati pada Pemkab Kutai Timur. Mendapatkan perhatian dari politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H. Sobirin Bagus.

Dalam kesempatan tersebut, anggota DPRD dari Partai Berlambang Bola Dunia ini mengatakan urusan sengketa lahan tentu solusinya adu bukti berupa suirat-menyurat antara kedua belah pihak.

“Saya pikir apa yang dituntut oleh masyarakat adalah sesuatu yang sangat wajar, takkala kami (DPRD, red) ke PLTR tolong diberi foto copy dari surat sertifikat tersebut. Setidak-tidaknya nomer sertifikat, takkala masyarakat datang kami dapat menjelaskannya,” jelasnya.

Namun jika tidak ada bukti yang memperkuat, tentu persoalan akan berlarut-larut. Untuk itulah Sobirin Bagus berharap agar pemerintah dapat menunjukkanya agar persoalan dapat diselesaikan.

“Kalau hanya adu pendapat atau argumen saja, sampai kapanpun tidak akan selesai-selesai atau tidak ada solusinya. Terlebih lagi dalam berita acara mediasi yang ditandatangani pihak-pihak terkait, pada poin ketujuh masyarakat yang menuntut ganti rugi terhadap pemerintah sepakat untuk menyelesaikan permaalahan melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri,” ungkapnya.

Lebih jauh dirinya menerangkan, dengan adanya berita acara mediasi yang ditandatangani. Semestinya mana kala belum ada kesepakatan, tentu jangan ditandatangani. Karena jika terus-menerus diupayakan untuk selesai, tentu jawabannya adalah melalui jalur hukum.

“Jika belum ada tanda-tanda baik, jangan segera ditandatangani. Namun nasi sudah menjadi bubur, sehingga takkala masyarakat menuntut, jawabannya selalu diarahkan ke Pengadilan Negeri. Sebagai informasi pada masyarakat, jika perihal ini sudah dibayarkan, tidak mungkin pemerintah membayar untuk kedua kalinya. Karena resikonya bukan tidak boleh, tetapi masuk kurungan. Karena sudah dibayar, dibayar lagi,” ungkapnya. (Adv)