SANGATTA – Untuk menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga dan menahan laju inflasi, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus mengandalkan intervensi pasar. Melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), program pasar murah rutin digulirkan sebagai upaya efektif memastikan ketersediaan dan keterjangkauan harga kebutuhan pokok bagi masyarakat luas.
Kepala Disperindag Kutim, Nora Ramadani, menjelaskan bahwa pasar murah merupakan bentuk intervensi langsung pemerintah untuk mengendalikan inflasi sekaligus menjaga daya beli masyarakat, terutama saat harga komoditas pokok mulai meningkat.
“Kalau harga di pasar naik dan distribusi mulai terganggu, kami segera adakan pasar murah. Tujuannya agar masyarakat tetap bisa membeli kebutuhan pokok dengan harga terjangkau,” ujarnya. Intervensi ini dilakukan untuk memutus mata rantai kenaikan harga yang terlalu tinggi dan memastikan ketersediaan pasokan.
Pasar murah ini juga menjadi sarana jemput bola, mempercepat jalur distribusi, sekaligus memastikan bahan pokok penting tetap tersedia di wilayah yang jauh atau terpencil dari pusat kota. Program ini rutin dilaksanakan setiap tahun dan menjadi bagian penting dari agenda Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kutim.
Menurut Nora, untuk tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp5 miliar guna mendukung kegiatan pasar murah di seluruh wilayah. Namun, Disperindag masih mengusulkan tambahan anggaran agar kegiatan tersebut dapat menjangkau lebih banyak masyarakat dan frekuensinya bisa ditingkatkan.
“Kami ingin memperluas jangkauan agar semua kecamatan bisa menikmati manfaatnya. Kalau bisa, anggarannya ditambah supaya kegiatan intervensi harga ini bisa lebih maksimal dan merata,” katanya, menekankan pentingnya pemerataan manfaat program.
Selain menjaga kestabilan harga bagi konsumen, pasar murah juga memiliki fungsi strategis dalam menekan laju inflasi dan mencegah spekulasi harga oleh oknum tertentu yang dapat merugikan konsumen. Disperindag berkomitmen untuk terus melaksanakan kegiatan ini secara konsisten, terutama di wilayah dengan potensi tingkat inflasi tinggi dan daya beli masyarakat yang rentan.
Meskipun dilaksanakan di tingkat lokal, efektivitas pasar murah sering kali menjadi tolok ukur kesiapan daerah dalam menghadapi momen-momen kritis seperti Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) atau cuaca ekstrem yang mengganggu panen. Pemerintah daerah memastikan subsidi yang diberikan tepat sasaran, sehingga komoditas seperti beras, gula, dan minyak goreng dapat dijual di bawah harga pasar.
Ke depan, Disperindag berencana mengintegrasikan program pasar murah dengan pendataan digital agar penyaluran bantuan subsidi lebih akurat dan tepat sasaran berdasarkan tingkat ekonomi masyarakat di setiap wilayah. Strategi ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan tata kelola distribusi yang transparan dan akuntabel. “Pasar murah ini bukan hanya soal harga, tapi juga bentuk kehadiran pemerintah di tengah masyarakat untuk menjamin hak-hak dasar warganya,” tegas Nora. (adv)











