WARTAKUTIM.CO.ID, JAKARTA – PT Kaltim Prima Coal (KPC) kembali dinobatkan sebagai perusahaan tambang pembayar royalti atau penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar tahun 2017.
Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Keungan Sri Mulyani Indrawati dan diterima oleh Chief Finance Officer (CFO) KPC Ashok Mitra, Kamis (30/11), di Gedung Dhanapala, Kantor Kementerian Keuangan RI.
Predikat pembayar PNBP (royalty) terbesar telah diterima KPC dalam dua tahun terakhir, sejak adanya penganugerahaan award dari Kementerian Keuangan RI. Kategori yang diraih KPC adalah kategori perusahaan pengelola SDA non migas terbesar.
Sebelum adanya penganugerahaan award untuk pembayar PNBP, KPC juga telah tercatat sebagai perusahaan tertinggi membayar PNBP pada periode tahun 2010-2014. “Itu kami ketahui dari laporan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) Indonesia dari Kementrian Keuangan,” kata Chief Finance Officer Ashok Mitra usai menerima penghargaan.
“KPC bersyukur dan berterima kasih atas apresiasi dari Pemerintah. Penghargaan ini membuat semangat dalam mewujudkan komitmen KPC untuk terus patuh dan ikut serta dalam pembangunan Indonesia,” lanjut Ashok.
General Manager External Affairs and Sustainable Development (ESD) Wawan Setiawan mengucapkan terima kasih atas dukungan stakeholders sehingga operasi KPC tetap lancar. “Kelancaran operasi ini membuat kita mampu memberikan kontribusi tertinggi untuk negara. Terima kasih kepada semua stakeholder terutama pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar tambang sehingga bisa beroperasi dengan baik dan berkontribusi dalam pembangunan,” kata Wawan.
Selanjutnya Wawan meminta dukungan kepada semua masyarakat dan aparat keamanan, agar menjaga Object Vital Nasional sebagai asset daerah dan asset nasional. “Mohon kita jaga bersama KPC ini sebagai asset daerah dan nasional, karena menjadi sumber pemasukkan bagi negara dan daerah,” ujar Wawan.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, PNBP bukan sekadar penerimaann namun merupakan refleksi dari sebuah pelayanan pemerintah pada masyarakat.
“Negara bisa pungut. Tapi pungutan itu untuk melayani, tidak seharusnya negara memungut tanpa aturan. Kalau memungut tanpa aturan, kita adalah preman. Negara diatur hukum,” jelasnya.(*)