SANGATTA – Dari pemberitaan ramai diwartakan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) batubara terbesar adalah Kutai Timur (Kutim) Rp3,059 triliun. Terdiri dari iuran tetap Rp25.479.463.680 dan iuran produksi/royalti Rp3.034.058.366.400.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim H Musyaffa mencoba meluruskan hal tersebut. Menurutnya, nilai dimaksud tidak sepenuhnya salah, hanya saja merupakan total perhitungan kasar. Karena belum dibagi sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Persentasenya Pemerintah Pusat mendapat 20 persen, Pemerintah Provinsi (Kaltim) 16 persen, daerah penghasil (Pemkab Kutim) 32 persen,” kata Musyaffa menjelaskan.
Selanjutnya Kutim masih mendapat persentase untuk pemerataan. Sebanyak 32 persen dari nilai global dibagi untuk 10 kabupaten/kota se-Kaltim, termasuk Kutim. Jika nilai awal DBH sebelum dibagi adalah Rp 3,059 triliun, maka 32 persen yang menjadi jatah untuk ditransfer ke kas daerah Pemkab Kutim adalah Rp 978,88 miliar. Selanjutnya perhitungan pemerataan dari angka Rp 978,88 miliar dibagi untuk seluruh daerah se-Kaltim, Kutim masih dapat tambahan Rp 97,88 miliar.
“Sehingga DBH yang didapat Kutim dari nilai Rp 3,059 triliun adalah Rp 978,88 miliar ditambah Rp 97,88 miliar. Totalnya yaitu Rp 1,076 triliun,” sebut Musyaffa.
Selain didasari dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009, perhitungan DBH juga merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Sekedar diketahui, DBH dari Pusat hanya diberikan kepada daerah penghasil batubara yang dikelola perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). (hms3)