OPINI

Prabowo Perlu Segera Penyegaran Kabinet

725
×

Prabowo Perlu Segera Penyegaran Kabinet

Sebarkan artikel ini

Harapan besar masyarakat Indonesia kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Publik menaruh keyakinan, di bawah kepemimpinannya Indonesia akan mengalami perbaikan di berbagai sektor, khususnya ekonomi dan hukum. Namun, di balik optimisme tersebut, masih ada keraguan. Banyak pihak menilai, Prabowo belum sepenuhnya lepas dari bayang-bayang Presiden ke-7, Joko Widodo.

Dugaan ini bukan tanpa alasan. Sejumlah figur yang dikenal sebagai orang kepercayaan Jokowi masih bercokol di kabinet, baik sebagai menteri maupun wakil menteri. Mereka kerap disebut sebagai bagian dari “Gang Solo.” Bahkan, pengaruh loyalis Jokowi juga terlihat dari keberadaan para relawannya di jabatan komisaris BUMN. Hal ini memperkuat kesan bahwa kepemimpinan Prabowo masih dalam kendali lingkaran lama.

Masalahnya, beberapa tokoh dari lingkaran tersebut justru sering melahirkan kebijakan kontroversial. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, misalnya, pernah membuat geger publik dengan isu kebijakan elpiji 3 kg serta rencana tambang nikel di Raja Ampat. Meski akhirnya dianulir oleh Presiden Prabowo, peristiwa ini semakin meneguhkan pandangan bahwa sang presiden sulit melepaskan diri dari warisan kebijakan Jokowi.

Hal serupa juga terlihat pada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang sempat mengalihkan empat pulau milik Aceh ke Sumatera Utara. Keputusan itu memicu kemarahan rakyat Aceh, apalagi Gubernur Sumut saat ini adalah menantu Jokowi, Bobby Nasution. Meski kebijakan itu akhirnya dicabut, luka kepercayaan di hati rakyat tidak mudah disembuhkan.

Lebih jauh, Menteri Keuangan juga menambah beban dengan memangkas dana transfer ke daerah. Tahun 2025, transfer daerah masih di kisaran Rp900 triliun. Namun, di tahun 2026 angkanya dipangkas hingga sepertiga. Akibatnya, banyak daerah terpaksa menaikkan pajak, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Kenaikan pajak ini memicu gejolak sosial. Di Pati, Jawa Tengah, kenaikan PBB hingga 250 persen membuat ratusan ribu warga turun ke jalan, menuntut pemakzulan bupati. Hal serupa juga terjadi di Bone, Sulawesi Selatan, dengan kenaikan PBB hingga 300 persen yang berujung aksi demo besar-besaran.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan kembali memasuki masa krisis. Situasi hari ini mengingatkan pada peristiwa 1998, ketika ekonomi nasional kolaps akibat keterlambatan pemerintah mengambil langkah penyelamatan. Saat itu, Presiden Soeharto memang mencoba mengganti beberapa menteri dalam kabinetnya. Namun, upaya tersebut sudah terlambat. Kemarahan rakyat, yang dimotori oleh mahasiswa, meledak menjadi gelombang besar hingga akhirnya memaksa Soeharto mundur dari kursi kepresidenan.

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Inflasi menekan daya beli masyarakat, sementara lapangan kerja baru belum mampu menampung jumlah pengangguran yang terus meningkat. Pemangkasan dana transfer daerah membuat pemerintah lokal kesulitan menjalankan program pembangunan, sehingga ujungnya rakyat kembali terbebani dengan berbagai pajak baru. Jika krisis sosial-ekonomi ini tidak segera diatasi, bukan hanya stabilitas daerah yang terancam, melainkan juga fondasi politik nasional.

Prabowo harus belajar dari sejarah. Soeharto jatuh bukan semata karena mahasiswa, melainkan karena krisis ekonomi yang berkepanjangan telah meruntuhkan kepercayaan rakyat. Mahasiswa hanya menjadi simbol perlawanan, sementara akar masalahnya adalah keterpurukan ekonomi dan kegagalan pemerintah merespons keresahan publik. Jika Prabowo tidak segera mengambil langkah berani, situasi serupa bisa terulang.

Langkah penyegaran kabinet tidak boleh ditunda. Presiden harus memilih menteri yang loyal pada visi pemerintahannya, bukan loyal pada mantan presiden. Penyegaran ini penting untuk memastikan kebijakan berjalan konsisten, bukan sekadar tambal-sulam yang justru menimbulkan kontroversi. Selain itu, Prabowo perlu fokus menggerakkan roda ekonomi, mengembalikan daya beli rakyat, serta memastikan keadilan fiskal agar daerah tidak terus menjadi korban pemangkasan anggaran.

Sejarah politik Indonesia menunjukkan, kekuasaan yang gagal mendengar suara rakyat akan tumbang lebih cepat daripada yang dibayangkan. Rakyat bisa bersabar, tetapi jika kesabaran itu diuji dengan kebijakan yang menyulitkan hidup mereka, maka perlawanan akan tumbuh. Dan pada titik itu, presiden sekalipun tidak akan mampu bertahan. Karena itu, jalan satu-satunya bagi Prabowo adalah berani bersih-bersih kabinet dan menunjukkan bahwa pemerintahannya benar-benar berdiri di atas kakinya sendiri.

Opini | Kaesang Pangarep, PSI, dan Skenario Politik Tersembunyi Jokowi
Berita Pilihan

Terpilihnya Kaesang Pangarep putra bungsu Presiden ke tujuh Republik Indonesia Joko Widodo sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia PSI bukan hanya berita politik biasa Di balik pencapaian itu publik melihat lebih dari sekadar anak muda yang meniti karier di jalur politik Ini adalah isyarat kuat bahwa keluarga Jokowi masih punya rencana panjang di panggung kekuasaan nasional bahkan setelah sang presiden menyelesaikan masa jabatannya