Cerita Masa LaluCItizen Jornalis

7 Tips Merantau untuk Menaklukkan Daerah Tujuan

1049
×

7 Tips Merantau untuk Menaklukkan Daerah Tujuan

Sebarkan artikel ini

Merantau selalu menyimpan kisah unik bagi setiap orang. Ada suka, ada pula duka, yang mungkin tidak akan pernah dialami oleh mereka yang memilih tetap tinggal di tanah kelahirannya. Namun justru dari sanalah lahir banyak cerita perjuangan: tentang bagaimana bertahan hidup, beradaptasi dengan lingkungan baru, hingga menaklukkan tantangan yang datang silih berganti.

Bagi sebagian orang, merantau adalah ujian mental. Meninggalkan keluarga, budaya, bahkan makanan kesukaan, demi menjemput peluang yang lebih besar di tempat baru. Tidak jarang muncul pertanyaan dalam hati: “Apakah saya bisa bertahan?”

Itulah yang saya rasakan ketika memutuskan merantau pada tahun 2009. Jauh dari kampung halaman, dengan hanya bermodalkan ijazah SMK, saya harus berani melangkah. Awalnya tinggal di rumah kerabat, tapi saya sadar tidak boleh bergantung terlalu lama. Hanya tiga pekan saya bertahan, selebihnya saya belajar berdiri di atas kaki sendiri. Berbekal komunikasi yang baik dan keberanian membuka diri, saya mulai menemukan jalan.

Dari pengalaman itu, ada 7 tips penting yang bisa menjadi pegangan bagi siapa pun yang hendak menapaki kehidupan di tanah rantau:

1. Pikirkan matang-matang sebelum berangkat.

Jangan hanya terburu nafsu ingin cepat sukses. Merantau butuh proses panjang, kesabaran, dan perjuangan tanpa lelah.

2. Fokus pada tujuan, bukan pada rasa rindu.

Kerinduan kampung halaman pasti datang, apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Namun jangan biarkan rasa itu membuat produktivitas menurun. Jadikan kerinduan sebagai semangat untuk segera memboyong keluarga kecil ke tanah rantau.

3. Jangan malu berkomunikasi.

Jalinlah hubungan dengan siapa saja. Kemampuan membaur dengan orang baru akan mempercepat adaptasi. Bagi saya, pertemuan dengan sesama perantau Bugis-Makassar memberi banyak kemudahan.

4. Cari organisasi paguyuban.

Di banyak daerah, ada wadah kekeluargaan berdasarkan daerah asal, seperti KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan). Dari sanalah banyak informasi kerja, peluang usaha, hingga dukungan sosial bisa ditemukan.

5. Siapkan bekal yang cukup.

Merantau tanpa modal akan menyulitkan langkah. Bekal materi bukan untuk berfoya-foya, tapi untuk bertahan hidup di masa-masa awal—mulai dari makan, transportasi, hingga biaya sewa tempat tinggal.

6. Disiplin mengatur keuangan.

Hidup di perantauan sering kali penuh godaan. Gaji atau hasil usaha harus benar-benar diatur, sisihkan untuk tabungan, dan hindari pola hidup konsumtif. Disiplin finansial adalah kunci agar bisa bertahan lama.

7. Jangan berhenti belajar dan meningkatkan skill.

Modal ijazah mungkin bisa menjadi pintu awal, tetapi kemampuan tambahan akan membuka lebih banyak peluang. Ikuti pelatihan, kursus, atau belajar dari pengalaman kerja sehari-hari. Semakin tinggi kemampuan, semakin luas pula jalan untuk sukses.

Lebih dari sekadar mencari nafkah, merantau adalah perjalanan membentuk karakter. Ada rindu yang mengasah kesabaran, ada tantangan yang melatih keberanian, dan ada pengalaman yang memperkaya cara pandang hidup.

Seperti pepatah, “Orang bijak bukanlah mereka yang banyak tahu, tapi mereka yang banyak belajar dari perjalanan hidupnya.” Merantau adalah perjalanan itu—sebuah sekolah kehidupan yang pelajarannya tak ternilai harganya.

Penutup:

Enam belas tahun berada di tanah rantau bukanlah hal yang mudah. Banyak rintangan yang harus saya hadapi, namun semua itu berubah menjadi pelajaran berharga. Kini saya mencintai tempat saya berpijak saat ini. Seluruh keluarga kecil saya bisa berkumpul bersama, dan saya pun bisa menyekolahkan ketiga anak saya: yang pertama, gadis cantik yang sedang kuliah; yang kedua segera menyusul jejak kakaknya; sementara yang ketiga masih duduk di bangku kelas 4 SD.

Perjalanan panjang itu membuktikan bahwa merantau bukan sekadar tentang meninggalkan kampung halaman, melainkan tentang bagaimana membangun kehidupan yang lebih baik, untuk diri sendiri dan keluarga.