WARTAKUTIM.CO.ID- SAMARINDA- Gagasan Dasacita atau 10 misi ‘Kaltim Bermartabat” Paslon nomor 4 Rusmadi-Safaruddin dikritisi pakar. Diantaranya Andreas Agung S.Psi. MA, salah seorang pakar dan peneliti psikologi sosial di Samarinda.
Pertama, Andreas melihat bahwa konsep ‘dasacita’ sudah begitu detail, sehingga lebih tepat program itu merancang konsep pembangunan Kaltim hingga 25 tahun ke depan.
Khusus kali ini, Andreas tertarik untuk urun rembuk tentang ‘Kaltim Tanpa Banjir’ yang menjadi salah satu andalan program Rusmadi-Safaruddin jika terpilih jadi gubernur dan wakil gubernur kelak.
Dia mengaku persoalan ini cukup berat. Essay tentang kota kumuh diketahui tak pernah berhenti dibahas banyak orang, satu di antaranya adalah penanganan banjir di dua kota besar Kalimantan Timur. Samarinda dan Balikpapan.
“Saya kira karakteristik dua kota ini berbeda, Balikpapan memiliki elevasi lebih rendah jika dibandingkan dengan Samarinda, sudah barang tentu berbeda pola cara penangannya,” kata Andreas Agung S.Psi. MA.
Dalam konsep psikologi sosial, misalnya, kata Andreas, penanganan masalah banjir di Balikpapan dan Samarinda berbeda. Samarinda yang memulai peradaban dari tepi sungai atau yang dikenal dengan Kota Tepi Air Sungai (KTAS) memiliki karakter homogen dan etnosentris.
“Penanganannya harus menyertakan filosofi sungai, filosofi peradaban air. Penanganan masyarakatnya harus menyertakan analisis budaya sungai, budaya perairan,” tegas Andreas.
Pekerja minyak Belanda di Balikpapan saat itu tidak kekurangan air. Pasokan air bersih seluruhnya diperoleh dari Sungai Wain.”Waktu itu jumlah mereka tidak sampai 50 ribu jiwa. Masih cukup sumber air baku, “ katanya
Namun Belanda membangun drainase kota yang sudah mengantisipasi kemungkinan banjir dan penurunan tanah. Bahkan abrasi pantai, sehingga konsep bangunan di pesisir seperti di jalan Dahor dibuat rumah panggung,” kata Andreas.