Meningkatkan nilai ekonomis daerah, tidak hanya bersendi pada berlimpahnya Sumber Daya Alam (SDA) baik tambang batu bara, minyak mentah, hingga deposit batu kapur dan pasir silika untuk bahan baku semen. Namun dibutuhkan daya dukung infrastruktur penunjang transportasi, baik lewat jalur darat, laut, dan udara.
Pemkab Kutim menyadari perihal pentingnya membuka akses jalur tempuh lain, diluar jalur transportasi darat yang menjadi penyangga utama lintas keluar-masuk warga ke daerah hasil pemekaran DATI II Kutai pada 1999 lalu ini. Walau terdapat gerbang udara seperti Bandara Tanjung Bara, namun hingga kini sifatnya masih merupakan bandara yang menunjang operasional PT. Kaltim Prima Coal.
Wakil Bupati Kasmidi Bulang saat awak media, pada Rabu (22/12/2021) lalu mengaku jika pihaknya, dalam langkah mematangkan rencana memiliki bandara penerbangan sipil di Kutim. Pemkab akan berkomitmen dan bekerjasama dengan perusahaan batu bara tersebut, agar menjadikan Bandara Tanjung Bara sebagai bandara komersil.
“Realistis tentu adalah KPC (Tanjung Bara, red). Fasilitasnya telah jadi walau belum cukup besar, terus lahannya HPL, tidak perlu perizinan yang rumit, tinggal diperpanjang landasan, dan membuat komitmen dengan PT. KPC untuk dijadikan bandara komersil,” jelas pria lulusan Universitas Merdeka Malang ini.
Langkah sebelum memilih bandara Sangkima, telah dilakukan Pemkab Kutim sejak enam tahun lalu atau awal dimana Kasmidi Bulang pertama kali terpilih menjadi Wakil Bupati. Yakni dengan menggenjot bandara Sangkima, milik PT. Pertamina di Sangatta Selatan, namun karena proses perizinan yang sulit, status lahan, serta lain-lain hal. Maka proses agar Kutim memiliki bandara penerbangan sipil komersial, terkendala hingga kini.
“Baru kita bangun infrastruktur pendukungnya, apakah kita potong jalur Bengalon lewat sirkuit itu atau lewat Batu Putih juga boleh. Sehingga tidak mengganggu aktivitas PT. KPC, dimana akses masuknya akan dilakukan proses buka-tutup,” ujar Kasmidi memaparkan langkah solutif untuk akses jalur udara ke Kutim.
Sehingga persoalan-persoalan terkait kajian bandara hingga perizinan, yang memakan waktu dan biaya yang begitu banyak tidak akan terjadi. Nilai efisiensi atas adanya bandara penerbangan sipil komersial, jelas berdampak luar biasa dan amat membantu masyarakat Kutim secara luas.
Kutim sendiri sebenarnya memiliki tiga pintu jalur udara, dimana pertama adalah di Sangkima Sangatta Selatan namun terkendala soal perizinan. Kedua ada di Muara Wahau yakni bandara Uyang Lahai, namun keberadaannya berada di wilayah ujung Kutim yang jaraknya jauh dari Ibu Kota Kabupaten dan kapasitasnya besar. Sementara bandara Tanjung Bara berada dekat dengan wilayah komplek perkantoran Bukit Pelangi Sangatta, dan dirasa layak untuk dikembangkan lebih baik lagi.
“PT KPC sedang dalam proses perizinan perpanjangan, sehingga ini dapat menjadi salah-satu klausul bahwa kita akan membangun bandara penerbangan komersial di Tanjung Bara. Ekonomi pasti kencang, dan akses orang datang ke sini lebih mudah. Untuk bandara Uyang Lahai akan menopang penerbangan sipil di wilayah utara Kutim,” terang Wabup. (War)