Berita Pilihan

Luka Lama Bernama Dualisme KNPI Kutai Timur

2291
×

Luka Lama Bernama Dualisme KNPI Kutai Timur

Sebarkan artikel ini

Luka lama itu kembali menganga. Setelah sempat terjadi pada tahun 2021, dualisme kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kutai Timur kini kembali terulang di tahun 2025. Sebuah fenomena yang seharusnya menjadi pelajaran, malah justru diulang dengan pola yang nyaris serupa.

Empat tahun lalu, publik menyaksikan tarik-menarik kepemimpinan antara kubu Felly Lung dan kubu Lukas Himuq. Keduanya sama-sama menggelar Musyawarah Daerah (Musda), hanya berselang sebulan, masing-masing mengklaim legitimasi atas dasar prosedur dan dukungan politis. Saat itu, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, bahkan hadir langsung di Musda yang menetapkan Felly sebagai ketua.

Kini, sejarah seolah mengulang dirinya. Pada 25 Februari 2025, Musda KNPI kembali digelar di ruang Meranti, kantor Bupati Kutim. Musda itu menetapkan Avivurahman Al-Ghazali sebagai Ketua KNPI Kutim, setelah sebelumnya melalui proses Rapimda yang dihadiri Wakil Bupati Kutim, empat ketua DPD KNPI Kaltim, serta pimpinan DPRD. Tak tanggung-tanggung, kepengurusan versi ini bahkan telah dilantik secara resmi pada 22 Mei 2025.

Namun belum genap sebulan, pada 7 Juni 2025, Musda ke-VIII KNPI Kutim kembali digelar—kali ini di Hotel Victoria Sangatta. Hasilnya? Terpilihlah Andi Zulfian sebagai ketua versi lainnya.

Dualitas ini menimbulkan kebingungan di kalangan pemuda Kutai Timur, publik, dan institusi pemerintahan. Siapa sebenarnya yang sah mewakili suara pemuda? Apakah dinamika ini mencerminkan semangat regenerasi, atau justru praktik pragmatisme politik yang dibungkus bendera organisasi kepemudaan?

Dualisme semacam ini bukan hanya menyandera legitimasi, tapi juga menciptakan disorientasi dalam pembangunan pemuda daerah. Bagaimana mungkin organisasi sebesar KNPI, yang seharusnya menjadi wadah pemersatu, justru terjebak dalam konflik struktural yang berulang?

Tentu, perbedaan pandangan dalam demokrasi adalah hal wajar. Tapi ketika ego lebih dominan daripada komitmen terhadap nilai-nilai keorganisasian, maka yang dirugikan adalah generasi muda itu sendiri.

Pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab Kutim, perlu mengambil peran aktif untuk mendorong rekonsiliasi, bukan sekadar menjadi tamu dalam tiap Musda. Begitu pula DPD KNPI Provinsi Kaltim, harus menunjukkan sikap tegas terhadap kepengurusan yang sah dan konsisten terhadap mekanisme organisasi.

Sudah saatnya pemuda Kutai Timur menyadari bahwa kekuatan pemuda bukan terletak pada banyaknya versi, tapi pada satu kesatuan visi. KNPI harus kembali menjadi rumah bersama, bukan panggung kontestasi tanpa arah. (imran)