Berita PilihanEkonomi

Syarat Dapur Khusus Jadi Ganjalan: UMKM Kutim Kesulitan Dapatkan Izin PIRT, DPMPTSP Arahkan Bantuan Fasilitas

71
×

Syarat Dapur Khusus Jadi Ganjalan: UMKM Kutim Kesulitan Dapatkan Izin PIRT, DPMPTSP Arahkan Bantuan Fasilitas

Sebarkan artikel ini

SANGATTA – Mayoritas pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kutai Timur (Kutim) masih menghadapi hambatan serius dalam proses legalisasi produk mereka melalui izin Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Kendala utama yang dikeluhkan adalah kewajiban teknis untuk memiliki dapur produksi khusus yang terpisah sepenuhnya dari dapur rumah tangga, sebuah syarat yang sulit dipenuhi oleh usaha rumahan bermodal terbatas.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutai Timur, Darsafani, menjelaskan bahwa proses penerbitan PIRT berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan (Dinkes). Regulasi yang ada mengharuskan setiap pelaku usaha makanan atau minuman memproduksi barangnya di ruang terpisah yang memenuhi standar higienitas.

“Dinas Kesehatan harus turun langsung meninjau tempat produksi. Kalau dapurnya masih satu dengan dapur rumah tangga, mereka tidak bisa mengeluarkan rekomendasi,” ujar Darsafani.

Darsafani mengakui bahwa persyaratan ini menciptakan kesulitan besar bagi UMKM. Banyak pelaku usaha merasa keberatan karena terpaksa harus mengalokasikan modal yang tidak sedikit untuk membangun fasilitas dapur baru. Konsekuensi dari kendala modal ini adalah sejumlah besar UMKM akhirnya memilih untuk menjual produk mereka tanpa legalitas PIRT, yang secara langsung membatasi peluang mereka untuk menembus pasar yang lebih luas dan profesional.

Melihat situasi tersebut, pemerintah daerah menawarkan beberapa solusi konkret. Menurut Darsafani, pelaku usaha yang terkendala modal dapat mengajukan permohonan bantuan fasilitas kepada sejumlah instansi terkait.

“UMKM bisa meminta dukungan fasilitas melalui Dinas Koperasi dan UMKM atau koordinasi dengan Disperindag. Bahkan bisa juga melalui aspirasi DPRD jika usahanya sudah berjalan serius,” jelasnya.

Dinas Koperasi sendiri sebelumnya telah menunjukkan inisiatif dengan membangun sejumlah rumah produksi bersama di beberapa kecamatan, contohnya rumah produksi aren, bambu, dan cokelat. Fasilitas bersama ini dapat dimanfaatkan baik oleh kelompok usaha maupun pelaku usaha individu, selama mereka mematuhi aturan penggunaan dan jadwal yang telah ditetapkan.

Darsafani menilai bahwa keberadaan rumah produksi komunal dapat menjadi jalan tengah yang efektif bagi UMKM yang tidak memiliki modal untuk membangun tempat produksi mandiri. Ia berharap model serupa dapat dikembangkan lebih luas agar semakin banyak pelaku usaha yang bisa memenuhi standar PIRT tanpa terbebani biaya tinggi.

“Kalau fasilitasnya tersedia, UMKM bisa naik kelas dan legalitasnya jelas. Itu yang kita kejar,” katanya.

Pemkab Kutim menargetkan percepatan pengurusan PIRT dapat berjalan lebih baik dalam beberapa tahun mendatang, seiring peningkatan fasilitas pendukung dan pendampingan teknis bagi pelaku usaha.