Wartakutim.com | SANGATTA, Gara-gara melakukan aksi demontrasi di Kantor Bupati Kutim beberapa waktu lalu, Presiden BEM STIPER Sangatta, HH diskorsing oleh Ketua STIPER selama 6 bulan. Kepada sejumlah wartawan, HH menilai pemberian skorsing padanya merupakan pelanggaran hak asasi organisasi tertinggi internal kampus yang melakukan aksi damai dan kritis terhadap kinerja pemerintah yang sudah tidak sesuai dengan keinginan rakyat Kutim. “Mahasiswa yang merupakan agent of control dan agent of change tidak ada salahnya melakukan tindakan dengan cara demonstrasi, terlebih-lebih dalam era demokrasi,” sebut HH.
Terhadap sanksi yang diberikan padanya, HH mengaku sebagai bentuk pembredelan semangat mahasiswa untuk menegakan demokrasi dan mengingatkanpemerintah agar serius dan peduli dengan masyarakat. Menurut HH, seharusnya Ketua STIPER mendukung pergerakan positif mahasiswa demi kemajuan Kutim.
“Jujur saja, kami heran dan menilai apa yang dilakukan Ketua STIPER ini yang kali pertama terjadi di Indonesia semenjak era reformasi digulirkan anak bangsa,” ungkap STIPER.
Sejumlah mahasiswa lainnya mengaku apa yang dilakukan STIPER terhadap Ketua BEM mereka merupakan salah satu bentuk pembumkaman suara mahasiswa, terutama kaum muda yang ingin menyuarakan suaranya. “Sungguh memalukan, tapi inilah yang terjadi STIPER apakah karena STIPER ini karena dibiayai Pemkab Kutim, ketuanya malu ketika mahasiswa mengkritisi Pemkab Kutim,” sebut sejumlah mahasiswa.
Menyinggung alasam Ketua STIPER, Juremi selama berorasi di Kantor Bupati Kutim, BEM STIPER tidak melakukan ijin dan membawa nama STIPER. HH dengan tegas, menyebutkan selama menggelar aksi damai yang diikuti sejumlah mahasiswa STAIS Sangatta serta beberapa OKP itu, mereka sama sekali tidak membawa – bawa nama STIPER. “Kami hanya menggunakan nama organisasi kami yakni BEM,” sebut HH.
Terhadap perbuatan Ketua STIPER yang tak pantas dan layak ditiru itu, HH bersama citivitas lainnya merencanakan akan mengadu ke Komnas HAM di Jakarta serta Mendikbud. Dalam kacamatanya, petinggi STIPER seharusnya bersifat idealis dan netral serta tidak takut dengan ancaman Pemkab Kutim yang notabene memang membiayai kampus.
“Harus dapat di pisahkan mana urusan internal dan mana urusan external, ironinya yang di skor cuman satu orang saja,” ujar HH.
Sementara Ketua STIPER Juremi menyebutkan, aksi BEM STIPER di Kantor Bupati Kutim beberapa waktu lalu tidak punyai ijin dari kampus, selain itu membawa-bawa nama STIPER. Bahkan, Juremi yang juga aktif sebagai dosen di Faperta Unmul Samarinda menyebutkan, kesalahan HH cukup banyak karenanya diberi skorsing.(Wk-02)