OPINI

Bentrok Luwu, Pesan Dari Masyarakat Daerah Untuk Pusat

167
×

Bentrok Luwu, Pesan Dari Masyarakat Daerah Untuk Pusat

Sebarkan artikel ini

Pada tanggal 12 November 2013 lalu, terjadi bentrokan antara warga Kabupaten Luwu di Sulawesi Selatan, dengan pihak Kepolisian akibat aksi demonstrasi warga yang melakukan penutupan akses jalan Trans Sulawesi. Adapun tuntutan demonstrasi tersebut ialah pemekaran daerah di wilayah Kabupaten Luwu yaitu Kabupaten Luwu Tengah (Luteng).

Sementara, pada peristiwa tersebut juga dilaporkan bahwa telah mengakibatkan munculnya korban jiwa dan korban luka-luka pada warga maupun pihak Kepolisian.

Menanggapi musibah tersebut, Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa yang membidangi pemerintahan daerah, amat menyayangkan adanya korban jiwa maupun korban luka-luka.

Menurutnya hal tersebut tidak perlu terjadi apabila komunikasi antara warga pengusul pemekaran daerah dengan wakil rakyat asal Kabupaten Luwu dilakukan secara intensif dan transparan.

Informasi Resmi Di Komisi II DPR

Agun mengatakan fenomena pemekaran daerah Kab.Luteng memang menarik, karena adanya berbagai informasi yang tidak akurat. Legislator asal Golkar ini memastikan bahwa Kab.Luteng tidak lolos ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk diprioritaskan dibahas, karena syarat administrasinya belum terpenuhi.

“Misalnya ada informasi yang disebar ke masyarakat di Kab.Luwu bahwa RUU Daearah otonom Baru (DOB) pemekaran Kab.Luteng sudah masuk ke Baleg. Saya tegaskan, tidak ada itu. Itu hanya omongan asal. Makanya tanya ke Komisi II DPR, jangan ke calo, Media juga harus hati-hati,” pungkasnya (13/11) di gedung parlemen.

Pemekaran Daerah Usaha Masyarakat Daerah Untuk Sejahtera

Pada aspek lain, Agun mengatakan bahwa fenomena tuntutan pemekaran daerah oleh masyarakat daerah adalah akibat dari pemerintah pusat yang kurang dalam mendistribusikan dana APBN ke daerah-daerah.

Menurutnya struktur alokasi dana APBN yang diberikan kepada daerah menyerupai piramida terbalik, di mana alokasi dana APBN, lebih banyak pada anggaran belanja pemerintah pusat daripada daerah.

“Uang itu didikte sesuai maunya Jakarta (pemerintah pusat) dan beredar hanya di Jakarta, padahal Indonesia bukan hanya Jakarta” kata Agun.

Selain itu menurut Agun akibat dari sentralistiknya dana APBN, maka cara pusat melihat daerah pun selalu dianggap sebagai objek, dan itu semakin membuat perputaran uang di daerah menjadi sangat lambat dan lebih sulit.

“Daerah selalu dijadikan objek bukan subjek pembangunan, akibatnya pertumbuhan pembangunan di daerah sangat lambat dan potensi-potensi di daerah tidak tergarap, akhirnya orang-orang di daerah ramai-ramai datang ke Jakarta,” ujarnya.

Agun meyakini, sepanjang kebijakan pemerintah pusat terkait dengan politik dana APBN tidak berubah, maka tuntutan rakyat di berbagai wilayah terkait pemekaran daerah tidak akan bisa dihentikan.

“Mereka di daerah juga ingin punya kesempatan untuk menjadi sejahtera, tapi kalau pusat tetap seperti itu, ya wajar kalau daerah merasa tidak tersentuh dengan kesejahteraan,” tandas Agun.

Sumber : www.suarapembaruan.com | www.fajar.co.id | www.jpnn.com | bolmutpost.com

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.