Mengapa hari pendidikan nasional harus jatuh pada 2 Mei? Apa yang menjadi dasar? Jawaban secara yuridis adalah karena adanya kepres no 316 tertanggal 16 Desember 1959 sekira 7 bulan 20 hari pasca wafatnya Ki Hajar Dewantara yang merupakan Menteri Pengajaran Indonesia pertama yang sekarang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nama lahirnya adalah Soewardi Soerjaningrat yang pada 1922 merubah nama dirinya menjadi Ki Hajar Dewantara.
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah apakah tidak ada tokoh lain lebih fenomenal dari Ki Hajar Dewantara ? menjabat menteri selama 2 bulan 12 hari yaitu dilantik pada 2 September 1945 dan digantikan pada 14 Nopember 1945 Todung Sutan Gunung Mulia. Meski masih terjadi kontroversi tentu dasar peringatan Hardiknas ini masih mengacu pada Kepres no 316 tertanggal 16 Desember 1959 dasar peringatan. Bagi mereka yang pernah menggugat tentu punya alasan kuat untuk argumentasi atas gagasan mereka, bahkan gugatan juga pernah dilakukan oleh PGRI pada 1967. Mengingat memang banyak tokoh lain yang patas disebut bapak Pendidikan, sebut saja KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pada 1912 di Yogyakarta yang menggagas pendidikan modern dengan gerakan pembaharuannya, bahkan pondasi yang ditanamkan pada gerakan Muhammadiyah hingga saat ini telah menjadikan Organisasi swasta terbesar di Indonesia bahka dunia dalam hal jumlah dan jaringan. Tokoh lain ada Otto Iskandar Dinata (Otista) yang mendirikan paguyuban pasundan pada 1914 dengan puluhan sekolah dan ribuan muridnya, untuk zaman itu tentu gagasan luar biasa yang sangat langka orang yang bisa melakukannya. Di Jawa Timur ada KH Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri Nahdhatul Ulama (NU) pada 1926 di Surabaya dengan basis pendidikan pesantren yang menjadi pilar pendidikan kaum pribumi.
Terlepas dari kontroversi tentu yang bisa kita ambil adalah alasan kuat yang bisa menjadi hikmah. Ki Hajar Dewantara selain Menteri Pengajaran Indonesia pertama belia juga adalah pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922 yang diperuntukan bagi pribumi, gagasan ini merupakan terobosan mencerdaskan anak bangsa, mengingat sebelumnya ada pergerakan nasional pendidikan formal hanya diperuntukan bagi keturunan Belanda dan Priyayi saja, meski sebelumnya ada Muhammadiyah yang telah menggagas namun kesadaran akan pendidikan di kalangan pribumi non priyayi masih sangat rendah.
Pada 1913 Soerwardi Surya Ningrat (Ki Hajar Dewantara) harus diasingkan oleh gubernur Idenburg ke pulau Bangka karena tulisan yang mengkritik atas pesta kemerdekaan Belanda dari Perancis yang ke 100, namun biaya perayaan dipungut dari rakyat yang terjajah oleh belanda. Reaksi keras dari Douwes Deker dan Cipto Mangunkusumo membuat keduanya turut diasingkan.
Tentu perjalan dan perjuangan yang berat itu serta perintis dunia pendidikan pertama melalui kabinet pasca proklamasi cukup menjadi alasan Presiden Soekarno mangangkatnya menjadi bapak pendidika dan hari lahirnya 2 Mei 1989 menjadi hari pendidikan nasional (Hardiknas).
Pada momemtum hari pendidikan nasional 2017 ini, tema yang menjadi tantangan adalah “percepat pendidikan yang merata dan berkualitas”. Problem sebuah bangsa yang tersebar dalam gugusan ribuan kepulauan memiliki garis panjang 1/8 lingkaran bumi (3 zona waktu) 103 suku dan 520 bahasa serta budaya yang heterogen karena kebhinekaan, tentu bukanlah langkah semudah membalikkan telapak tangan. Perlu keseriusan dan tekad yang bulat untuk mewujudkannya. Banyaknya daerah terisolir dan tertinggal bisa menyebabkan sebaran SDM pengajar dan kecepatan transformasi informasi menjadi tidak merata.
Dari sistem pendidikan bangsa kita, sebenarnya adalah sistem pendidikan yang patut diperhitungkan. Indikatornya adalah sistem pendidikan di negara kita banyak menjadi acuan bagi negara lain termasuk negeri jiran yang menjadi tetangga kita Malaysia, bahkan konsep beljara jarak jauh yang diterapkan salah satu Universitas negeri yaitu Univeritas Terbuka juga banyak menjadi perhatian negara lain bagi mereka yang ingin mencontohnya. Dari sisi hasil proses pembelajaran negara kita boleh dibilang langganan tropi di level emas, seperti olimpiade matematika, Fisika, lomba kompetensi seperti turnamen robotik lain-lain Lantas apa yang menjadi hambatan ketika SDM kita yang berkualitas itu banyak kalah bersaing di pasar tenaga kerja global ketika era globalisasi telah kita masuki ? tentu lembaga yang berwenang seperti BNSP atau LPJK yang lebih kompeten untuk menjelaskannya.
Di Kutai Timur yang merupakan daerah kaya akan sumber daya alam karena berlimpahnya emas hitam dan hamparan perkebunan sawit, dengan sumber daya alam yang melimpah itu apakah pendidikan di daerah ini berjalan dengan mulus dan bersaing dengan daerah lain ?
Ada beberapa catatan sejarah emas yang pernah ditorehkan oleh pendahulu di daerah ini yang baru mekar dari Kabupaten Kutai pada 12 Oktober 1999. Selaku generasi yang merupakan hasil dari sistem pendidikan yang ada di daerah ini tentu sedikit memahmi proses perjalanan sistem pendidikan yang pernah dinikmati. Catatan emas itu adalah “ Kutai Timur menjadi daerah yang mempelopori pendidikan gratis dan wajib belajar 12 tahun” Sejak tahun ajaran 2000/2001 seluruh sekolah negeri dari tingkat TK hingga SLTA mendapat subsidi penuh dimana SPP ditanggung oleh pemerintah daerah dan sekolah swasta disubsidi sebesar 50% dari nilai subsisdi sekolah negeri. Kebijakan ini dikeluarkan oleh PJ Bupati bapak Drs. H. Awang Faroek Ishak, MM,M.Si jauh sebelum UU sisdiknas no 20 tahun 2003 yang mengharuskan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD yang sampai saat pengaturan besaran alokasi itu belum ada perubahan.
Pada saat ini dunia pendidikan di daerah ini bukan tanpa hambatan, selain tenaga pengajar di sekolah negeri banyak yang bukan PNS, kesejahteraan mereka khususnya non PNS masih harus diperjuangkan seperti insentif guru non PNS. Belum lagi nasib sekolah swasta yang dana BOSDAnya juga masih belum menemukan kepastian, dengan hambatan yang terjadi sejak akhir 2016 tentu membuat para penyelenggara sekolah menjadi was-was. Semoga problematika yang melilit dunia pendidikan di Kutai Timur dapat segera teratasi dengan solusi-solusi yang tepat yang dapat menjadikan dunia pendidikan menjadi stabil seperti yang sudah berjalan.
Melalui hari pendidikan nasional ini kami berharap dapat menjadikan refleksi bahwa dunia pendidika tidak boleh diabaikan karena akan menentukan kualitas SDM di masa mendatang melalui generasi yang saat masih menjalani proses pendidikan. (*)