WARTAKUTIM.CO.ID, SANGATTA SELATAN- Calon Gubernur Kaltim Rusmadi Wongso mengakui seperti berada di rumah sendiri ketika bersilaturahmi dengan warga Sangkima, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Minggu (1/4/2018). Hanya saja, warga di situ ternyata punya problem besar menyangkut status tanah kampung mereka berada di kawasan terlarang, Taman Nasional Kutai (TNK).
Ada sekitar 2.800 jiwa warga yang berharap Cagub Rusmadi membantu menyelesaikan masalah tanah mereka yang berlarut hingga puluhan tahun. Warga yang sebagian besar adalah petani karet, sawit dan nelayan merasa resah jika sewaktu-waktu diusir karena tanah mereka diklaim pemerintah masuk kawasan hijau TNK.
Menurut Solikin, tokoh masyarakat setempat, luas wilayah desa Sangkima mencapai 24 ribu hektar, namun menurut RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sebagian besar berada dalam kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) dan PT Pertamina.
“Kami berharap apabila nanti cagub Rusmadi terpilih menjadi Gubernur dapat memperjuangkan pembebasan desa Sangkima dari kawasan TNK,” todong Solikin kepada Rusmadi.
Sebenarnya, bukan hanya Desa Sangkima yang tanahnya masuk TNK. Tapi juga Desa Singa Geweh di kecamatan yang sama. Pemerintah daerah sudah mengusulkan sebesar 24 ribu hektar tanah TNK di enklave atau dikeluarkan menjadi kawasan pemukiman, namun pemerintah pusat baru mengabulkan 7.800 hektar.
Terlepas dari persoalan pelik yang sedang dialami warga, Cagub Rusmadi merasakan kehangatan warga yang menyambut kedatangannya. Warga yang mayoritas dari etnis Jawa menaruh harapan kepada pasangan Rusmadi-Safaruddin memimpin Kaltim dan mampu menyelesaikanj masalah status tanah mereka.
“Kami ingin Pak Rusamadi dan Pak Safaruddin menang. Kita ingin ada perubahan bagi kemajuan Kaltim,” ungkap Solikin.
Solikin kepada wartawan mengaku sangat berharap cagub Rusmadi-Safaruddin bisa terpilih jadi Gubernur Kaltim periode 2018-2023. Dia menilai pasangan ini adalah sosok pemimpin bersih dan memiliki integritas, serta mampu membuat desa Sangkima bisa lebih maju dan lebih baik.
Menanggapi hal tersebut, Rusmadi mengaku merasa prihatin. Dia merasakan bagaimana tidak tenangnya warga menjalani kehidupan ketika status tanah yang ditinggali turun temurun berada di tanah terlarang. Apalagi, akibat dari status tanah berada di kawasan TNK, membuat pemerintah tidak boleh memasukkan pembangunan kawasan tersebut dalam APBD maupun APBN.