WARTAKUTIM.CO.ID, SAMARINDA- Segar dan mengocok perut. Itulah penampilan anak-anak muda di Cafe Juanda Avenue Jalan Juanda Samarinda, Minggu (27/5/2018). Walau acara berlabel “diskusi politik”, tapi generasi milenia ini tidak dilanda kebosanan. Mereka mau bertahan, bahkan di ujung acara sebagian besar langsung berani menyampaikan dukungannya kepada paslon nomor 4, Rusmadi-Safaruddin.
Sejak acara dimulai pukul 16.00 Wita, sejumlah komunitas anak muda Samarinda, sudah dikocok banyolan konyol dari host. Mulai personel band, youtuber, perkumpulan stand up comedy dan tim paduan suara,
“Pemerintah di Kaltim itu habiskan dana Rp300 Miliar lebih untuk pesta rakyat, Pilkada di 27 Juni. Kalau anak-anak muda tak mencoblos, betapa ruginya. Apa harus Naruto yang mencoblos? Tidak bisa, dia KTP-nya Jepang,” ucap Yono, stand up comedian dari Samarinda.
Tak ada poster atau baliho yang menunjukkan foto kandidat gubernur maupun wakilnya. Kata Dian Tebe, Koordinator SPEAK (Suara Pemuda Aktivis Kaltim), penyelenggara, acara tersebut memang bukan bagian dari kampanye paslon.
“Kami deklarasi berdirinya Speak, lalu mengundang anak-anak muda dari beragam komunitas. Maksudnya supaya anak-anak muda ini tidak apatis terhadap politik. Kami perkenalkan. Ternyata mereka antusias,” ucap Dian.
Tampil sebagai pembicara adalah pengusaha muda Firly Firdausi dan Achmad Junaidi yang biasa dipanggil sebagai co founder dari “You Kaltim”. Kemudian seorang social media influencer di Samarinda, Meyfang. Ketiganya tampil meyakinkan agar para pemilih pemula tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya pada Pilgub Kaltim yang berlangsung 27 Juni 2018.
Dari sudut pandang Firly Firdausi, sebagai pengusaha ia ikut bertanggungjawab untuk menggerakkan anak-anak muda agar tidak menjadi Golput.
“Karena masa depan Kaltim itu berada di tangan anak-anak muda. Mereka tidak boleh apatis dengan politik,” ucap pemilik Travel Kangaroo dan beberapa cafe di Samarinda itu.
Menurutnya, menggarap anak-anak muda agar punya pilihan politik pada 27 Juni 2018 itu “ngeri-ngeri sedap”. Dibilang ngeri, karena menurut hasil survei CSIS, hanya 2,3 persen generasi milenia tertarik isu sosial-politik. Tapi bisa juga menjadi sedap, karena di situ ada tantangan.