WARTAKUTIM.CO.ID – Gelombang pengumuman yang berasal dari TOA di Masjid-Masjid silih berganti mengetuk gendang telinga warga Kutai Kartanegara, dan membuat mereka menghentikan segala aktifitas. Untuk benar-benar memastikan kabar duka, tentang mangkatnya Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XX Aji Muhammad Salehuddin II.
Kabar yang berpendar tajam dari pinggiran kampung hingga ke pusat kota, dari darat hingga ke laut, hingga melintas cepat di grup-grup WhastApp dan sosial media. Ingatan kita semua lantas diajak untuk mengingat, hari-hari akhir Pria yang tatapan wajahnya meneduhkan lagi penuh ketulusan, saat menghantarkan Erau Adat Kutai dan International Folk Art Festival (EIFAF) 2018 hingga tuntas.
Langkah-langkah kaki yang tidak hanya satu, dua, dan tiga. Namun ribuan orang mulai mengiringi jenazah Sultan yang disemayamkan di Kedaton Kutai. Melihat dengan air mata yang nanar, pada tubuh SUltan yang terbujur kaku. Tepat delapan hari usai pelaksanaan Erau, yakni pada pukul 09.30 Wita Minggu (5/7).
Pria yang bernama H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat ini lahir pada 24 Oktober 1924, tepatnya 94 tahun lalu. Kemudian bergelar Sultan Aji Muhammad Salehuddin II saat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara pada 2001 lalu. Dilahirkan dari pasangan Aji Muhammad Parikesit dan Adji Ratu Bariah ini, merupakan seorang Sultan dengan tingkat intelektual tinggi.
Itu terbukti dengan pendidikan yang ditempuh Beliau sejak muda. Yakni Eurpeesche Schoool di Batavia pada 1936, dilanjutkan di Mulo Bandung pada 1940. Sempat menempuh pendidikan di Netherland pada 1951, namun tidak sempat meyelesaikan pendidikannya karena dipanggil pulang ke kesultanan. Lantas menyelesaikan SI di Fakultas Sosial Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1955.
Doa dan tahlil terucap dari seluruh masyarakat Kutai Kartanegara untuk Alamarhum. Mengingat bagaimanapun juga, Sultan Aji Muhammad Salehuddin II merupakan Sultan Kutai di jaman millenial, yang jadi penyambung sejarah dan kebanggan masyarakat Kutai atas daerah ini. Terlebih sejak Dua tahun setelah Indonesia merdeka yakni pada 1947. Kesultanan Kutai beralih status menjadi Daerah Swapraja Kutai dan masuk dalam Federasi Kalimantan Timur, bersama-sama dengan daerah Kesultanan lainnya seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir.Kerajaan-Kerajaan tersebut kemudian membentuk Dewan Kalimantan Timur yang diketuai oleh Sultan Aji Muhammad Parikesit. Sampai pada tanggal 27 desember 1949, Federasi Kalimantan Timur bergabung dengan Republik Indonesia Serikat.
Hal yang patut diingat oleh seluruh warga Kutai Kartanegara, saat Sultan Aji Muhammad Parikesit dengan penuh cintanya pada Indonesia. Pada 21 Januari 1960 menyerahkan tampuk pemerintahan pada pemerintah daerah, melalui Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai, yang diselenggarakan di Balairung Keraton Sultan Kutai, Tenggarong. Sejak itu Sultan Aji Muhammad Parikesit dan keluarganya hidup sebagai rakyat biasa.
Sultan Aji Muhammad Salehuddin II lantas diajak Bupati Kutai Kartanegara Alm. H. Syaukani HR, pada 1999 untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dengan maksud menjaga tradisi pelestarian sejarah dan budaya Kutai, sebagai kerajaan tertua di Bumi Nusantara. Yang pada 7 November 2000 di Bina Graha Jakarta, maksud keduanya direstui dan disetujui oleh Presiden Republik Indonesia saat itu yakni Abdurrahman Wahid.
Seandainya Allah SWT memberikan jalan lain, berupa umur yang panjang setidaknya setahun lagi, atau satu bulan kedepan. Tentu kita semua akan ikut merayakan kemesraan yang tampil dari, Sultan Aji Muhammad Salehuddin dan Adji Ratu Putro Indera Ningrat atau yang dikenal Adji Aida Amidjoyo. Karena pada 17 Agustus 2018 mendatang, atau bersamaan dengan HUT Republik Indonesia ke-73 nanti. Merupakan hari ulang tahun perkawinan keduanya yang ke-71, hari dimana kesetiaan cinta Sultan dan Ratu ditantang dalam cinta tak berjasad.
Kesedihan ini tidak boleh berlangsung lama, mengingat jauh-jauh hari Sultan Aji Muhammad Salehuddin II telah menetapkan Putera Mahkota, untuk melanjutkan tahta di Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan menunjuk Aji Pangeran Prabu Anum Surya Adiningrat. Sehingga penjaga tradisi dan budaya di tanah Kutai akan terus berlanjut dan jaya selama-lamanya.
Usai mengirimkan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk Almarhum Aji Muhammad Salehuddin II, terutama surat Al-fatihah. Lantas terlantun doa, “Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, lindungilah dia dan maafkanlah dia. Muliakanlah tempat tinggalnya sekarang ini, dan lapangkanlah kuburnya. Bersihkanlah dia dengan air yang jernih lagi sejuk, dan bersihkanlah dia dari segala kesalahan. Sebagaimana Engkau telah membersihkan baju putih yang bersih dari kotoran, dan gantilah rumahnya didunia dengan rumah yang lebih baik daripada yang dia tinggalkan, dan gantilah keluarganya didunia dengan keluarga yang lebih baik diakhirat,” dengan penuh kesungguhan dan cinta teruntuk Sultan Penjaga Tradisi dan Budaya Kutai. (Wars)