WARTAKUTIM.CO.ID – Makin padat dan meluasnya area pemukiman warga di sepanjang bantaran sungai Sangatta, tidak dapat dianggap sebagai suatu perihal yang remeh. Selain jadi lokasi langganan banjir ketika musim hujan tiba, kawasan padat penduduk amat rawan bahaya ketika bencana kebakaran menimpa.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen-PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, sudah jelas-jelas masyarakat dilarang mendirikan bangunan di sepanjang tepian sungai. Hal yang dipertegas pada Pasal 15 di Permen-PUPR, jika ada bangunan yang berdiri dalam sempadan sungai. Maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo, dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai.
Wakil Bupati Kasmidi Bulang bukannya tidak menyadari perihal mengenai aturan hingga undang-undang mengenai wilayah sempadan sungai, namun kawasan ini telah lama dijadikan pemukiman warga. Untuk itulah pelan-pelan perlu diatur pengelolaan kawasan di sepanjang sempadan sungai sangatta. Untuk kemudian apakah warganya direlokasi, atau dilakukan penataan agar kawasan tersebut dapat menjadi kawasan wisata kampung lama.
“Adanya beberapa kejadian (termasuk bencana kebakaran, Red), perlu dilakukan relokasikan, dan itu sudah dipikirkan dan coba terus dibahas dengan Bappeda. Sehingga kedepan masyarakat di sepanjang bantaran sungai dapat kita undang, dan memberikan pemahaman menganai aturang yang jelas terkait dilarangnya membangun di sempadan sungai. Mungkin kedepan bisa dibuat rumah-rumah kios, tetapi tidak kumuh seperti sekarang,” terang Wakil Bupati.
Upaya mengembangkan kawasan sempadan sungai sangatta sebagai kawasan yang asri dan bernilai wisata tinggi, tidak saja coba dilakukan Pemkab Kutai Timur. Namun telah ada upaya serupa, yakni mencoba memadukan konsep pengembangan wisata kampung tua dengan dukungan dana Coorporate Social Responsibilty (CSR). Seperti kabar mengenai keinginan PT. Avian atau yang dikenal sebagai perusahaan cat terkenal di Indonesia, yang hendak membuat kampung warna-warni di Sangatta Selatan dengan sumbang cat. Namun hal itu sementara ditunda, mengingat akan percuma dilakukan jika bangunan di sempadan sungai masih tetap kumuh dan tak terawat dengan baik.
“Sudah ada dua kali Pemkab Kutim ditawarkan bantuan cat, oleh perusahaan yang salah-satu pemiliknya menanamkan saham di sektor perkebunan kelapa sawit di Kutim. Bagaimana kalau kita buat tempat rekreasi bermodalkan kekuatan masyarakat itu sendiri, terang sang pemilik. Namun kita pikir-pikir kondisi bangunan masih kumuh dan kurang tertata dengan baik, tentu akan sayang dilakukan alias percuma. Jelas akan kurang sesuai dengan konsep-konsep yang berkembang dilokasi lain yang ada di Indonesia,” pungkas lelaki lulusan S1 Teknik Pertambangan, Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI) Makasar ini.
Masukan-masukan muncul dari masyarakat untuk menjadikan wilayah di sempadan sungai sangatta menjadi Kampung Bahari atau Kampung Tradisional, nampaknya dapat diupayakan agar kondisi sosial dan budaya masyarakat tidak hilang serta-merta karena adanya aturan mengenai wilayah sempadan sungai. Tinggal bagaimana pihak Pemkab Kutim melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) terus berkoordinasi dengan Bupati Ismunandar dan Wakil Bupati Kasmidi Bulang. Agar dapat mensinergikan semangat menjaga lingkungan dan sungai, dengan memadukan aturan pemerintah lewat program yang tidak saja berpihak pada aturan hukum namun juga santun untuk masyarakat di sempadan sungai sangatta. (Wars)