WARTAKUTIM.CO.ID – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kutai Timur mengungkapkan bahwa kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), amat rentan membuat posisi anak sebagai objek pelampiasan kekerasan. Hal ini dikarenakan konflik antara suami dan istri begitu tinggi, lalu dampak kekerasan tidak terputus antara kedua belah-pihak, namun juga menyentuh pada anak.
Walaupun anak cenderung menjadi rebutan antara kedua belah pihak, akan tetapi bisa saja kekerasan muncul dan dilakukan oleh keduanya. Tergantung kedekatan anak, apakah lebih pada Ibu atau Ayahnya. Sedikit sekali dalam keadaan berkonflik, kedua orang tua bijak untuk tidak melibatkan anak dalam konflik yang berujung pada KDRT.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kutim, Mariana Ahmad menyebutkan, pertengkaran atau konflik yang muncul di rumah tangga. Tentunya tidak boleh berdampak pada anak dalam hal kekerasan fisik maupun non fisik. Dua kekerasan tersebut memiliki dampak yang luar biasa, kasus kekerasan fisik menyebabkan luka ringan, luka berat, bahkan juga kematian pada anak.
“Lantas kekerasan non fisik bahkan memiliki jangkauan panjang dan berantai, dimana perkembangan psikologis anak akan terganggu. Bahkan kemungkinan besar saat mereka dewasa dan menjadi orang tua, pola kekerasan akan dimunculkan sebagi sebuah keladziman atau dianggap biasa,” jelasnya.
Melihat hal tersebut, LPA Kutim yang bersinergi dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Indonesia dibawah pimpinan Arist Merdeka Sirait. Bertekad kuat untuk terus memberikan informasi maupun pendampingan atas beragam kasus-kasus kekerasan yang berkaitan dengan anak. Mengingat saat ini, banyak faktor-faktor yang mampu memunculkan kekerasan pada anak dilingkungan rumah tangga. Mulai persoalan ekonomi, angka perceraian yang tinggi, perselingkuhan, nikah dibawah tangan, hingga lingkungan tempat tinggal.
“Kita menyadari, bahwa upaya-upaya untuk terus memberikan pemahaman atas bahaya KDRT yang menjadikan anak sebagai objek kekerasan. Baik dilakukan secara sadar dan tidak sadar, tetap menjadi perihal yang harus dihindarkan dari anak-anak di Kutim. Karena kekerasan bisa saja tidak terjadi di rumah, namun karena pertikaian orang tua. Anak kemudian bisa saja mencari perlindungan atau kenyamana diluar rumah. Beruntung jika mereka mendapatkan orang yang baik, namun jika sebaliknya? Tentu menjadi persoalan baru,” jelas Mariana saat ditemui Wartakutim.co.id.
Bagi masyarakat atau bahkan anak yang mengalami masalah terkait kekerasan fisik dan non fisik, Lembaga Perlindungan Anak Kutim membuka seluas-luasnya pintu kantor mereka. Yang bertempat di Jalan Munthe 1/2, Nomor 20, Kecamatan Sangatta Utara. (Wars)