WARTAKUTIM.CO.ID – Minimnya pengunaan dan kepemilikan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) yang dimiliki petani, merupakan momok yang dihadapi sebagian besar petani di pedalaman dan pesisir Kutai Timur. Sehingga ketika alat dan mesin bantuan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten diberikan untuk memudahkan optimalisasi pengelolaan lahan pertanian, tentu yang harus dipikirkan ialah bagaimana mengkondisikan bantuan tersebut dapat bertahan lama dalam hal usia pakai, hingga luasan operasionalnya.
Belum lagi pada beberapa tahun belakang, banyak anak-anak muda berbasis kultur agraris yang meninggalkan akar keluarga berbasis pertanian dan menerjuni profesi yang sesuai dengan pendidikan tinggi mereka. Sehingga dunia pertanian dan perkebunan masih tetap diisi oleh tenaga kerja tua dengan tingkatan umur 39 hingga 55 tahun ke-atas.
Jikapun ada tenaga kerja muda dikisaran umur 20 – 30. Itu terpaksa dilakukan dengan alasan kemiskinan atau ketidakmampuan dalam menempuh pendidikan layaknya anak-anak muda lain seusia mereka. Stigma bertani itu kotor dan miskin, tentu akan berubah jika mereka memahami bagaimana ternyata pola pertanian modern telah jauh berbeda dibandingkan era sekarang.
Berbincang soal bagaimana mengelola tenaga kerja serta memadukannya dengan program bantuan Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) saat ini. Kepala Seksi Pembiayaan dan Alat Mesin Pertanian Dinas Pertanian Kutim Rofiqoh Istiharoh menyebutkan, bahwa hal tersebut tidak dapat disalahkan Akan tetapi bisa ditanggulangi. Yakni dengan menaikkan kembali semangat bertani di Indonesia dan khususnya Kutai Timur, sehingga turut memperbaiki kondisi perekonomian dan kesejahteraan para petani.
“Saat ini anak-anak muda cenderung menganggap remeh profesi petani, selain mungkin dinilai tidak ekonomis, juga tidak memiliki kebanggaan layaknya pekerja kantoran. Padahal sebagaimana kita ketahui, bangsa ini adalah bangsa agraris yang mana memiliki sejarah panjang. Dengan hal itu, jelas terdapat jalan untuk bangkit dan sejahtera terbentang luas jika sektor ini diperkuat kembali. Kita tidak perlu khawatir soal ini, dukungan Pemkab Kutim dengan Gerakan Pembangunan Desa Mandiri dan Terpadu (Gerbang Madu, Red). Apalagi teknologi pertanian juga berkembang dengan pesat, dimana mampu mempermudah petani,” jelasnya pada Wartakutim.co.id
Ketika Perang Global dinilai hanya melibatkan sektor kemiliteran, ekonomi, teknlogi luar angkasa, hingga pengembangan ilmu nuklir. Ternyata banyak orang-orang tak menyadari jika perang ketahanan pangan suatu negara masuk jadi tolak ukur persaingan negara-negara di dunia. Tantangan utamanya ialah perubahan iklim global yang berpengaruh pada pola tanam dan ketersediaan pangan. Hal ini jelas membutuhkan dan melibatkan peran tenaga-tenaga yang besar pada sektor pertanian, yang mana berpengaruh pada stabilitas keamanan pangan suatu negara.
Diterangkan lebih jauh oleh wanita yang juga Ketua Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Kabupaten Kutai Timur ini, bahwa memadukan program-program rintisan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian atau melalui Pemerintah Kabupaten dengan kepanjangan tangannya ialah Dinas Pertanian. Maka akan mudah untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memadukannya dalam penggunaan Alsintan.Perlahan tapi pasti akan menunjang perbaikan riil kehidupan petani maupun ketertarikan tenaga-tenaga kerja muda untuk terjun pada sektor pertanian dan perkebunan.
“Ketika Alsintan dijadikan salah-satu faktor penunjang kebangkitan sektor pertanian dan perkebunan secara masif, maka dibutuhkan transfer teknologi pada petani-petani tradisional. Untuk itu dirinya menegaskan tentang cara masuk awal, terkait untuk memperbaiki ketimpangan dan ketidakmampuan petani dalam memanajerial pengelolaan alat dan mesin bantuan pemerintah. Dengan mendirikan Wadah Kemitraan Alat dan Mesin Pertanian alias Watra Alsin di pedesaan,” ungkapnya.
Watra Alsin kedepannya mampu mengkombain bantuan alat dan mesin pertanian yang pengelolaannya dilakukan oleh desa, dengan melibatkan Brigade Alsin dari Dinas Pertanian untuk pengelolan, pemeliharaan, dan perawatan mesin. Sehingga Watra Alsin dapat pula bersinergi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang dapat disewa oleh kelompok-kelompok tani dengan aturan main yang jelas. Sehingga petani diuntungkan untuk mempercepat pengolahan pra tanam hingga pasca panen.
Desa diuntungkan pula atas pemasukan dari uang sewa peralatan. Dan daerah dapat memungut pajak, dengan nilai yang disesuaikan melalui kerjasama dengan BUMDes. Dimana Brigade Alsin juga dapat turut terlibat dan memantau penggunan Alsintan, serta memetakan konsep pola ketahan pangan tiap kecamatan yang datanya diambil langsung dari kerja kelompok tani di seluruh Kutim.
“Banyak manfaat penggunaan Alsintan ini apabila dicermati dengan seksama. Mulai dari menambah volume capaian kinerja petani, mempercepat masa kerja, meningkatkan produksi pertanian, mengurangi biaya operasional dan mengatasi kekurangan tenaga kerja. Bahkan akan menarik tenaga-tenaga muda, untuk kembali terjun ke sektor pertanian dan perkebunan. Yang mana mampu dibanggakan dan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik sebagai salah-satu profesi yang patut digeluti,” papar Rofiqoh Istiharoh. (Wars)