SANGATTA – Terkait paparan yang disampaikan Kepala Kantor Cabang BPJS Kesehatan Kutim, Ika Irawati pada Rabu (21/8) kemarin, mengenai incorrect claim atas tindakan medis Phacoemulsifikasi, sehingga ada dugaan klaim fiktif atas pembiayaan BPJS Kesehatan senilai Rp. 680.732.700.
Hal ini dibantah keras oleh Direktur RSDU Kudungga dr Anik Istiyandari, hal ini disampaikannya pada wartawan melalui sambungan telpon seluler. Ia menegaskan ihwal terjadinya tindakan medis Phacoemulsifikasi pada tahun 2016 hingga 2017. Klaim yang dilakukan oleh dokter spesialis mata pada waktu itu sudah benar, dan tidak benar jika kemudian ada indikasi klaim fiktif oleh pihak RSUD Kudungga.
Menurutnya dalam verifikasi BPJS Kesehatan yang dilakukan saat ini, baru kemudian menyinggung diagnosa dan tindakan medis Phacoemulsifikasi yang telah berlangsung, tidak mungkin dilakukan karena tidak adanya alat pendukung tindakan medis, sesuai standar BPJS Kesehatan. Sehingga pihak BPJS Kesehatan mengklaim jika tindakan medis yang dilakukan tersebut bukan Phacoemulsifikasi, namun tercatat sebagai prosedur Small Incision of Cataract Senilis.
“Bukan kita membuat-buat, hal itu memang dilakukan. Kalau dibuat-buat ya nggak mungkin, BPJS berlaku baru pada tahun 2016 dimana aturan sesuai yang dilakukan. Kemudian mereka (BPJS, red) bilang jika tidak punya alat, tidak bisa mendiagnosa penyakit itu. Lalu aturan itu berlaku, setelah pasien diperiksa oleh dokter, lha kenapa kemudian kita disalahkan, tentu tidak bisa seperti itu,” terangnya.
Pihak BPJS Kesehatan menganggap ada kesalahan tindakan medis maka seharusnya sejak awal penyodoran pemberkasan tagihan, langsung dilakukan penolakan atau pencoretan, sebagaimana hal yang biasa dilakukan pihak BPJS Kesehatan jika menganggap ada hal yang tidak sesuai dengan prosedur BPJS Kesehatan. Namun yang terjadi adalah pada saat verifikasi mulai dari petugas BPJS Kesehatan di tingkat rumah sakit, BPJS Kesehatan Kutim hingga BPJS Samarinda, tidak ditemukan adanya kesalahan.
Direktur RSUD Kudungga lebih jauh menerangkan, sehingga tidak bisa kesalahan tersebut semata-mata dibebankan kepada pihak RSUD Kudungga, namun juga merupakan kesalahan dari BPJS Kesehatan. Hal ini juga diperkuat dari rekomendasi hasil pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim terkait incorrect claim yang menyebutkan kesalahan terjadi tidak hanya pada RSUD Kudungga tetapi juga di pihak BPJS Kesehatan.
Menurut Anik persoalan ini tidak perlu terlalu dibesar-besarkan, sebab hingga saat ini BPJS Kesehatan dan RSUD Kudungga Kutim masih menjalin kemitraan dalam pemberian layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada masyarakat. Selain itu, pihak BPJS Kesehatan juga masih memiliki hutang yang belum terbayarkan dan nilainya juga miliaran kepada pihak RSUD Kudungga Kutim.
“Sekarang pada kenyataannya utang BPJS Kutim sendiri berapa pada RSUD Kudungga? Nilainya miliaran rupiah, itupun baru dibayar untuk tagihan bulan Maret. Kalau utang miliknya digembor-gemborkan, utangnya pada kita bagaimana? Jika memang itu aturan, silahkan saja potong dan ada berita acaranya. Yang bayar dia (BPJS, red), yang verifikasi dia, yang tahu ini bisa dibayar dan tidak bisa dibayar dia, lalu ketika timbul hal seperti itu kita yang di salah-salahkan,” terang dr Anik. (Arso)