SANGATTA – Adanya kabar jika Pemerintah Pusat kembali mengalami defisit Anggaran Pendapatn dan Belanja Negara (APBN) per-Oktober 2019, yang telah masuk pada angka Rp. 289,06 triliun dengan kata lain setara 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto. Pemkab Kutim berharap agar defisit anggaran yang dialami Pemerintah Pusat tidak berimbas besar pada daerah.
Terlebih proyeksi defisit anggaran diprediksi akan terus melebar hingga akhir tahun 2019 mendatang. jika realisasi belanja negara terus melonjak, sementara penerimaan negara juga ikut menurun atau tumbuh lebih kecil karena disebabkan adanya ketidakpastian ekonomi global.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutim H.M Edward Azran menyebutkan defisit anggaran yang dialami pemerintah pusat juga akan berdampak ke daerah jika proyeksi pertukaran nilai mata uang juga terus mengalami penurunan. Namun jika pertukaran nilai mata uang Rp ke Dollar kembali menguat maka setiap kenaikan 1 dollar bisa menjadikan surplus kurang lebih 4 sampai 6 triliun, yang bisa menekan angka defisit anggaran yang di alami pemerintah Pusat.
“Sebaliknya jika terjadi penurunan pertukaran mata uang rupiah terhadap dollar mengalami penurunan maka akan mempengaruhi kondisi defisit anggaran APBN 2019. Dan jika hal tersebut terjadi maka di duga akan mempengaruhi pendapatan di daerah,” ungkapnya.
Selain itu, Edward menyebutkan kalau yang di prediksi adalah pada sektor sumbersaya alam maka seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam cair. Maka jika daerah kita salah satu penghasil terbesar di sektor migas seperti liquefied natural gas atau LNG maka imbas defisit anggaran akan cukup dirasakan.
“Sementara saat ini, kita masih mengandalkan sektor batu bara yang mempengaruhi sekitar 60 sampai 70 persen perekonomian kita, jika batu bara mengalami penurunan maka kita akan cukup kelabakan. Namun karena harga batu bara saat ini masih terbilang stabil, maka defisit anggaran di pemerintah pusat tidak akan berdampak ke daerah,” ungkapnya lebih jauh. (Arso)