“Mungkin karena orang-orang kebanyakan melihat video di Wuhan, yang pertama kali muncul dimana tiba-tiba orang ambruk dijalan. Jadi kita langsung punya stigma yang amat mengerikan sekali itu Covid-19. Padahal tidak harus begitu juga, semua ada proses yang dimulai dari mula-mula batuk, nggak ada tiba-tiba jatuh di jalan. Karena video seperti itu membuat kita panik, dan panik membuat tekanan naik dan imunitas turun,” ungkapnya sembari tertawa kecil.
Ada tiga hal yang diyakini benar oleh Nensy saat menghadapi peristiwa yang menimpanya beberapa waktu lalu, yang pertama iman atau keyakinan atas berkah Tuhan, dalam doa untuk diri sendiri maupun orang lain. Kedua hikmat, yakni keinginan untuk dapat mengambil hikmat dari berbagai informasi dan kejadian terkait Covid-19. Dimana jangan sampai salah mengambil informasi yang tidak benar alias hoax, dan mana betul-betul sumber dapat terpercaya.
Lalu ketiga ialah melakukan social distancing atau menjaga jarak, itu yang terpenting. Walaupun memang budaya di Indonesia adalah budaya ketimuran yang ramah-tamah, ketika melakukan pengisoliran diri dianggap tidak pantas atau tidak enak. Padahal disiplin menerapkan social distancing adalah bentuk kasih sayang pada sesama, agar tidak menyebarkan virus corona dilingkungan sosial masyarakat.
“Saya banyak menonton tentang perihal ahli virus, yakni dokter Mohammad Indro Cahyono. Ketika informasi bagus yang diterima, maka kita akan berfikir positif serta membuat kita menjadi lebih semangat. Kalau informasi tidak benar tentu membuat kita jadi berfikiran negatif pula, jadi itu kita harus hati-hati dengan infromasi hoax. Ketika ada yang mengatakan harus pakai bawang merah atau ini, itu, semua orang lalu borong bawang merah di pasar, padahal itu tidak benar. Yang terpenting kemudian adalah melakukan social distancing atau menjaga jarak dengan orang lain selama ada pandemik virus corona. Bentuk kasih sayang kita pada sesama di masa pandemik corona, adalah melakukan social distancing dimana kita tidak ingin orang lain terpapar karena kita, maupun sebaliknya kita tidak ingin terpapar,” ungkapnya.
Dengan memahami arti penting melakukan social distancing maka semua orang akan melakukannya tanpa paksaan, atau bahkan dihimbau berulang-ulang kali. Tetapi karena kasih sayang serta rindu pada kemanusiaan, agar orang lain tidak terkena dari wabah virus corona. Sehingga hal itulah yang diharapakan Nensy agar menjaga dirinya termasuk keluarga, agar jangan sampai terkena Covid-19. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah kunci yang penting dalam menjaga diri dan keluarga dari virus tersebut, sehingga diharapkan kebiasan untuk cuci tangan tumbuh berkembang dari diri sendiri maupun keluarga kita tercinta.
“Selama ini kita jarang cuci tangan, padahal tangan itu adalah penghantar utama kuman. Ketika terjadi pandemik virus corona kita semua sekarang rajin cuci tangan, bahkan tiap beberapa waktu dilakukan. Dulu mungkin saat melihat orang memakai hand sanitizer, muncul pikiran ngapain sich orang itu kok sok bersih. Tetapi saat ini baru kita sadar bahwa budaya cuci tangan itu baik, terlebih jika dilakukan pada air yang mengalir,” terangnya sembari berdoa agar wabah virus corona segera berakhir. (Arso)











