Sangatta,WARTAKUTIM.com – Badan Lingkungan Hidup Kutai Timur, tidak ingin bermain main terhadap pencemaran sungai Sangatta yang diduga dilakukan oleh perusahaan tambang PT. Kaltim Prima Coal. Atas temuan BLH Kutim terkait pencemaran sungai Sangatta,pihaknya ingin menempuh jalur hukum atas penyelesaian masalah tersebut.
Namum pihak Pt, KPC sendiri, enggan untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui jalur hukum. Pt. KPC berupaya untuk menawarkan opsi lain dalam penyelesaian kasus ini. Sementara dari pihak BLH Kutim sendiri menuntut ganti rugi sebesar Rp10 milliar atas pencemaran tersebut.
Demikian diungkapkan Kepala BLH Kutim Ence Akhmad Rafidin kepada sejumlah wartawan, disela-sela acara Worskop Penyusunan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Air, di Hotel Royal Victoria,Rabu (10/6)
Lebih lanjut Ence menjelaskan, sebelumnya BLH telah melayangkan surat kepada PT KPC perihal tindak lanjut penyelesaian kasus pencemaran limbah tambang di Sungai Sangatta. Dua opsi ditawarkan, yakni penyelesaian di pengadilan atau membayar ganti rugi ke Pemkab Kutim sebear Rp10 milliar.
“KPC sudah menjawab, pihaknya lebih memilih di luar pengadilan”. Terangnya. Menurut dia, opsi ini dipilih BLH karena berkaca pada pengelaman sengketa lingkungan hidup, penyelesaian melalui meja hijau memakan waktu panjang.
“Belum lagi tenaga dan sumberdaya yang dihabiskan tak sedikit. dengan melewati pertarungan di meja hijau, justru tak efektif.”jelasnya.
Selain itu kata dia, dalam proses perhitungan ganti rugi pihaknya menggandeng tim ahli dari Institut Teknologi Bandung yang direkomendasikan kementerian.
“Kami mengitungnya melihat dari berapa baku mutu yang dilampauinya dan berapa debetnya, kemudian dikalikan berlangsung berapa lama, dari hasil tersebut kurang lebih ganti rugi sebesar Rp. 10 miliar”.Jelasnya
Hal itu diketahui dari pemeriksaan baku mutu air sungai yang jauh di atas ambang batas normal. adapun ambang yang dipersyaratkan untuk total suspended solids (TSS) hanya 300 miligram per liter. Namun, TSS yang ditemukan di sungai pada saat itu tercatat hingga 4.000 miligram per liter.
Namun , Lanjut Ence, hingga kini, belum ada kesepakatan soal besaran tersebut.. “sekalipun kelak dimenangkan pemkab Kutim, namun ganti rugi tersebut tak masuk ke rekening pemerintah daerah dana tersebut tergolong penerimaan negara bukan pajak”. Terangnya (*/bnr/wk)