Sangatta,wartakutim.com – BERAWAL dari keprihatinan terjadinya kekarasan terhadap anak, Karang Taruna Kutai Timur (Kutim) dipimpin Alim Bahri, hari ini akan mengadakan seminar sehari tentang bagaimana menghentikan kekerasan pada anak. Karang Taruna pun menghadirkan Ketua Komnas Anak, Aries Merdeka Sirait, untuk mengisi acara degan tema ‘stop kekerasan terhadap anak’ .
Aris, kemarin Rabu (13/4) sekitar pukul 14.00 Wita tiba di Sangatta mengatakan pada wartawan, seminar ini patut diapresiasi. Apalagi, yang akan laksanakan adalah Karang Taruna. Sebab selama ini, Karang taruna belum banyak melakukan hal sama.
“Kalau perlu, sekarang Karang Taruna yang mengakar di masyarakat, bisa jadi garda terdepan dalam deteksi dini kekerasan anak, agar tidak terjadi lagi,” harap Aries, saat menerima wartawan di hotel.
Mantan Aktivis buruh anak ini mengakui, Komnas Perlindungan Anak, sudah menetapkan Indonesia darurat kejahatan seksual sejak tahun 2013 lalu. Penetapan ini diambil setelah monitoring 4 tahun. Dimana dalam jangka 5 tahun, terjadi 21,6 juta pelanggaran hak anak , yang dilakukan sejak 2010. Dari pelanggaran hak anak itu, 58 persen adalah kejahatan seksual. Karena itu, angka ini dijadikan sebagai parameter pertama darurat kejahatan seksual anak.
Parameter ke dua adalah pelaku utamanya adalah orang terdekat, yang dilakukan dalam lingkungan rumah tangga, mulai dari ayah, paman, kemudian diluar rumah seperti sekolah dalam hal ini guru, dan orang terdekat lainnya.
“Jadi predator kejahatan anak adalah dilingkungan keluarga, sekolah dalam hal ini ada guru termasuk teman, dan di ruang terbuka. Bahkan panti berlandaskan agama pun juga ikut andil melakukan tindak kekerasan,” katanya.
Parameter ke tiga, penghilangan masa depan anak, bahkan nyawa anak sekalipun, belum ditempatkan sebagai ordinary crime. Artinya, masih dianggapsebagai kejahatan pidana biasa, sehingga pelakuknya hanya dijatuhi hukuman biasa. Padahal, kalau ini dianggap sebagai kejahatan luar biasa, atau darurat, disamakan dengan kasus korupsi dan narkoba maka tentu penegak hukum bisa menjatuhkan hukuman lebih berat, untuk memberikan efek jera.
Dikatakan, kasus kejahatan seksual ini, terjadi secara merata, mulai dari kota besar, hingga pedesaan. Sebab ini adalah masalah moral. Karena itu, perlu pendidikan terutama kesadaran hukum bagi masyarakat. Hal lain, yang menjadi masalah juga saat ini karena pemahaman hukum masyarakat masih lemah, sementara penegakahn hukum pun lemah terhadap pelaku .
Terkait dengan masalah UU peradilan anak yakni UU No 11 Tahun 2012, dimana anak pelaku kejahatan bisa diselesaikan diluar peradilan atau disversi, Aris mengakui karena pertimbangan masa depan anak. Namun UU ini tidak salah, tapi masyarakat harus memahami dan menerima ini. Jika masyarakat memahami hukum, bisa menerima penyelesaian ini. “Dan itulah tugas pemerintah, untuk memberikan pemahaman pada masyarakat tentang kesadaran hukum,” katanya.