SANGATTA. Bupati Kutai Timur (Kutim ) Ismunandar mengakui, transmigrasi SP 8 di Km 125, Bengalon, kini bermasalah dengan pihak perusahaan. Hal ini, karena lahan milik transmigrasi kini telah digarap oleh perusahan PT karet PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC) awalnya ( PT Barito Pasifik), yang diterbitkan SK pengelolaan hutan alamnya, menjadi HTI Karet, oleh Kementerian Kehutanan.
Sementara dari Kementerian Transmigrasi, juga menunjuk lokasi itu sebagai lokasi lahan usaha bagi transmigrasi di Km 128, bagi 250 KK transmigrasi. “Jadi kita yang direpotan, sementara yang mengeluarkan surat penetapan itu, kementerian di Jakarta,” kata Bupati Ismunadar .
Karena itu, lanjutpria yang akrab disapa Ismu ini, minta agar pekerjaan perusahan MKC di lokasi, segera dihentikan, sebelum ada kejelasan lahan tersebut, pemiliknya siapa.
“Jadi tolong, agar Dinas Tenaga Kerja segera melakukan koordinasi dengan kementerian terkait soal lahan ini,” harap Ismunandar dalam rapat kerja, kemarin.
Untuk lahan satu, yakni lahan pekarangan dan perumahan, juga harus segara diclearkan, siapa-siapa warga yang terdaftar di sana. Jangan sampai nanti malah bermasalah, kemudi Pemerintah Kabupaten yang disalahkan. “Seperti transmigrasi di Kaliorang. Warga yang bermasalah, pemerintah yang disalahkan,” katanya.
Diakui, lahan ini lahan yang lama diterlantarkan oleh Barito Pasifik, namun kini sekarang muncul lagi klaim lahan. Karena itu, bupati minta agar Dinas Tramigrasi dan Dinas Kehutanan untuk melakukan kordinasi dengan kementerian terkait atas lahan yang tumpang tindi itu, agar diselesaikan cepat.
“Sebelum ada kejelasan lokasi siapa pemilik lahan itu, maka jangan perusahan itu melakukan aktifitas di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Kadisnakertransmigrasi Abdulla Fausie mengatakan, sebenarnya dari segi umur surat, sesuai dengan bocoran yang dia terima, lebih duluan surat penetapan lahan itu sebagai lahan usaha warga transmigrasi, dari pada penetapan Menteri Kehutanan untuk memberikan lahan itu ke PT Barito Pasifik. Karena itu, selama ini, kalau PT Barito diajak berembuk, tidak mau memperlihatkan surat-suratnya. (ima)