SANGATTA – Fraksi Gelora Amanat Perjuangan (GAP) menyampaikan analisis khusus terhadap struktur pendapatan dan belanja daerah yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Kutai Timur Tahun Anggaran 2025. Hal ini disampaikan dalam pandangan umum Fraksi GAP pada Rapat Paripurna DPRD Kutai Timur, Jumat (22/11/2024).
Juru bicara Fraksi GAP, Hj. Mulyana, menyoroti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya mencapai Rp358,388 miliar atau sekitar 3,21% dari total pendapatan daerah. Menurutnya, angka ini menunjukkan masih rendahnya kontribusi PAD terhadap keseluruhan pendapatan daerah. “Pemerintah daerah perlu fokus pada optimalisasi potensi lokal seperti sektor pariwisata, retribusi, dan pengelolaan aset daerah untuk meningkatkan PAD,” ungkap politisi PAN ini.
Lebih lanjut, Hj. Mulyana menyoroti ketergantungan yang tinggi pada Pendapatan Transfer yang mencapai Rp10,245 triliun atau 91,86% dari total pendapatan daerah. Ia menilai ketergantungan ini mencerminkan kelemahan struktural yang perlu segera diperbaiki dengan diversifikasi sumber pendapatan. “Ketergantungan yang tinggi pada dana transfer dapat menjadi risiko jika terjadi pengurangan alokasi dari pemerintah pusat. Kebijakan pengelolaan fiskal daerah harus lebih mandiri dan berkelanjutan,” tambahnya.
Selain itu, Fraksi GAP juga mengulas struktur belanja daerah, di mana Belanja Operasional mencakup Rp5,603 triliun atau 50,3% dari total belanja. Fraksi GAP meminta agar alokasi ini tidak didominasi oleh belanja pegawai sehingga program pembangunan yang berdampak langsung kepada masyarakat tetap mendapat porsi yang memadai.
Untuk Belanja Modal, yang dialokasikan sebesar Rp4,321 triliun atau 38,8% dari total belanja, Fraksi GAP menilai alokasi ini positif sebagai bentuk investasi infrastruktur. Namun, Hj. Mulyana mengingatkan pentingnya transparansi dan efisiensi dalam pelaksanaan agar manfaat dari proyek pembangunan dapat dirasakan maksimal oleh masyarakat.
Dana Tak Terduga sebesar Rp20 miliar dianggap penting untuk menghadapi bencana atau keadaan darurat, tetapi tetap memerlukan pengelolaan yang akuntabel dan fleksibel. Sementara itu, alokasi Belanja Bantuan sebesar Rp1,191 triliun (10,7% dari total belanja) dinilai memerlukan mekanisme pemberian bantuan yang transparan dan tepat sasaran.
Terkait pembiayaan, meskipun tidak ada penerimaan pembiayaan, Fraksi GAP menyoroti pengeluaran pembiayaan sebesar Rp15 miliar untuk penyertaan modal kepada BUMD. Hj. Mulyana menyarankan agar langkah ini dilengkapi dengan kajian kelayakan investasi yang transparan, termasuk proyeksi keuntungan dan dampak ekonomi bagi masyarakat.
Pandangan Fraksi GAP ini diharapkan menjadi masukan konstruktif bagi pemerintah daerah dalam menyempurnakan RAPBD 2025, dengan tujuan mendorong kemandirian fiskal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (ADV)