Pengalaman masa SMA saya dulu, sekitar tahun 1996, tidak bisa saya lupakan begitu saja. Saat itu, saya bergaul dengan teman-teman yang sebagian besar adalah pengguna narkoba. Di masa itu, jenis narkoba yang paling populer adalah ganja, ekstasi, dan putaw.
Meski lingkungan saya sangat dekat dengan dunia gelap tersebut, saya bersyukur karena tidak sampai terjerumus terlalu jauh ke dalamnya.
Banyak orang yang mungkin sulit percaya jika saya mengatakan tidak pernah menjadi pengguna aktif. “Ah, masa sih tidak pakai?” Kalimat itu sering saya dengar. Baiklah, saya jujur. Saya pernah mencicipi ganja sekali, hanya karena rasa penasaran. Saya ingin tahu apa yang membuat orang begitu tergila-gila padanya. Tapi setelah mencobanya, saya justru semakin yakin untuk menjauhinya. Dalam hati, saya selalu berkata, “Barang haram ini hanya memberi kebahagiaan sesaat, tetapi derita berkepanjangan di kemudian hari.”
Hidup di Kota Makassar, kota besar yang tak pernah tidur, membuat pengaruh narkoba begitu kuat di kalangan remaja. Di masa saya, dari 50 anak muda, mungkin ada 5 orang yang sudah menjadi pengguna narkoba. Kenapa bisa sebanyak itu? Salah satunya karena pergaulan yang salah dan kurangnya pengawasan orang tua. Apalagi banyak pelajar di kota besar adalah pendatang yang tinggal jauh dari keluarga. Mereka datang untuk mengejar pendidikan, tapi tidak sedikit pula yang hanya mengejar gengsi. Padahal ini baru di tingkat SMA.
Para bandar narkoba sangat paham bagaimana cara menjerat korban. Mereka menyasar remaja karena dianggap lebih mudah dipengaruhi. Gaya hidup, gengsi, dan ingin dianggap “gaul” membuat banyak remaja mudah tergoda. Takut dicap ‘ndeso’ atau kuno, sebagian dari mereka akhirnya ikut-ikutan, tanpa berpikir panjang soal akibatnya.
Tak sedikit remaja yang berani membohongi orang tua demi membeli narkoba. Pergaulan bebas saat itu bukan hanya menyeret laki-laki, tetapi juga banyak perempuan. Mereka pun terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Bahkan, sebagian dari mereka yang berasal dari keluarga broken home rela melakukan hal-hal nekat, seperti menyerahkan kehormatannya demi mendapatkan ekstasi untuk berpesta di diskotik.
Lantas, kenapa saya tidak terpengaruh meskipun bergaul dengan mereka? Apakah saya seorang bandar narkoba? Tentu tidak. Sejak muda, saya punya prinsip dan pola pikir yang kuat kalau narkoba tidak akan membawa kebaikan. Saya justru belajar banyak dari teman-teman saya yang sudah terjerat narkoba, belajar dari kegagalan mereka.
Banyak teman saya yang kehilangan harta benda, mencuri dari rumah sendiri, bahkan menggadaikan motornya hanya demi membeli narkoba. Ada yang berbohong kepada orang tuanya, berpura-pura motornya disita polisi. Lebih tragis lagi, seorang teman saya bahkan tega “menjual” pacarnya ke pria hidung belang di diskotik, demi mendapatkan ekstasi. Dan pacarnya menerima itu dengan sukarela, hanya agar bisa ikut pesta malam itu. Sangat menyedihkan.
Dari pengalaman mereka, saya semakin mantap untuk menjauhi narkoba. Meskipun pernah dicemooh dan dibully karena tidak ikut-ikutan, saya tetap bertahan. Saya hanya sekali mencoba dan tidak ingin mengulanginya lagi. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena berkat pertolongan-Nya, saya berhasil menjauh dari dunia hitam itu.
Banyak dari teman saya yang akhirnya kehilangan nyawa karena narkoba. Ada yang meninggal karena sakau, ada pula yang tewas akibat kecelakaan saat mabuk. Dari catatan pribadi saya, beberapa teman masa remaja saya telah pergi selamanya. Mereka rata-rata meninggal di usia muda, antara 20 hingga 35 tahun. Saya sangat berduka dan hanya bisa mendoakan semoga arwah mereka diterima di sisi Allah SWT. Aamiin.
Untuk remaja zaman sekarang, saya ingin berpesan, jauhi narkoba. Jangan pernah tergoda oleh bujuk rayu teman atau pengedar. Sekali kamu mencoba, kamu akan masuk dalam lingkaran yang sulit dilepaskan.
Awalnya diberi gratis, tapi lama-lama kamu akan dituntut untuk membeli. Jika tidak sanggup, kamu akan dipaksa menjual dengan iming-iming, “jual tiga paket, dapat satu gratis.” Lebih parah lagi, banyak pengedar menyusupkan “agen” ke lingkungan sekolah yang tugasnya mengajak teman-teman sebaya untuk ikut terjerumus. Waspadalah.
Ingat, masa depanmu masih panjang. Persaingan di masa depan jauh lebih ketat dari hari ini. Jangan sampai hidupmu hancur karena satu keputusan bodoh. Belajarlah dari kisah teman-teman saya yang tidak sempat memperbaiki hidup mereka. Jangan menjadi bagian dari statistik korban narkoba berikutnya.
Sekian kisah ini saya bagikan, semoga bisa menjadi pelajaran dan manfaat bagi yang membacanya. Terima kasih telah meluangkan waktu membaca pengalaman saya