Berita

Tak Hanya Terima Manfaat, Swarga Bara Incar Peran Pemasok Program MBG

264
×

Tak Hanya Terima Manfaat, Swarga Bara Incar Peran Pemasok Program MBG

Sebarkan artikel ini

SANGATTA – Desa Swarga Bara melihat peluang besar di balik rencana penerapan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kutai Timur. Tidak hanya menjadi penerima manfaat, pemerintah desa justru menargetkan warganya dapat menjadi pemasok bahan pangan bagi program tersebut. Kepala Desa Swarga Bara, Wahyuddin Usman—akrab disapa Wahyu—menegaskan bahwa hasil pertanian dan peternakan lokal harus menjadi bagian dari rantai pasok MBG.

Wahyu menilai, program MBG tidak hanya berfungsi memberikan nutrisi bagi siswa, tetapi juga dapat menjadi instrumen penggerak perekonomian masyarakat desa. Ia berharap pendapatan petani dan peternak dapat meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan produk lokal untuk dapur MBG.

“Harapan kami, hasil ayam petelur dan produk pertanian warga bisa masuk ke dapur MBG. Dengan begitu, masyarakat juga merasakan manfaat ekonomi dari program ini,” ujar Wahyu.

Pemerintah Desa Swarga Bara Bara mulai melakukan berbagai langkah untuk mempersiapkan petani agar mampu memenuhi kebutuhan program MBG. Melalui dana ketahanan pangan desa, sejumlah kelompok tani telah menerima bantuan bibit jagung, bayam, dan kol.

Namun Wahyu menegaskan bahwa bantuan tersebut tidak diberikan secara terus-menerus. Desa menerapkan pola pengurangan bantuan secara bertahap guna melatih kemandirian kelompok tani.

“Setiap tahun kami kurangi bantuannya. Kalau dulu 100 persen, tahun berikutnya jadi 75, lalu 50. Harapannya, mereka bisa mandiri dan memberi ruang bagi kelompok lain untuk dibantu,” jelasnya.

Model ini dirancang untuk mencegah kemandirian dan mendorong kelompok tani agar terus berinovasi dalam meningkatkan produksi mereka.

Dalam upaya menjadi pemasok MBG, Suarga Bara menghadapi tantangan utama berupa standar kualitas dan konsistensi pasokan. Program MBG membutuhkan bahan pangan dalam jumlah besar dengan kualitas yang seragam, sehingga petani harus menyesuaikan pola produksi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Desa bekerja sama dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Mereka memberikan edukasi tentang teknik budidaya, penentuan kualitas, serta pengaturan skala produksi yang sesuai kebutuhan program MBG.

Wahyu optimistis bahwa kolaborasi antara pemerintah desa, PPL, dan kelompok tani dapat menciptakan model ekonomi berkelanjutan berbasis siklus. Menurutnya, Suarga Bara berpotensi menjadi contoh bagaimana program pemerintah pusat dapat memberikan dampak ganda: meningkatkan gizi siswa sekaligus memperkuat ekonomi desa.

“Jika pola ini berhasil, kita tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tapi juga membangun ekonomi desa yang berkelanjutan,” tutup Wahyu.