SANGATTA,wartakutim.com – Kebijakan Pemkab Kutim membangun ribuan unit rumah layak huni (RLH) di 18 kecamatan terus dilakukan dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Tahun ini (2014) dipatok dana pembangunan RLH tipe 36 Rp 55 juta per unit dengan melibatkan TNI. Bupati Isran Noor menyatakan pembangunan RLH yang dananya bersumber dari CSR perusahaan bisa dikerjakan sendiri pihak perusahaan, dan bisa pula diserahkan kepada tim yang dikoordinir Kodim 0909 Sangatta.
“Tidak masalah, perusahaan mau kerjakan sendiri, boleh boleh saja. Perusahaan mau menyerahkan kepada pihak pemkab Kutim untuk dikerja bangunan kayu beratap sengitu, juga tidak apa-apa. Yang pasti pengadaan RLH bagi rumah tangga miskin betul-betul terealisasi,” tegas Isran Noor pada berbagai kesempatan.
Pelaksanaan program Gerbang Taman Makmur tersebut terus digenjot guna meningkatkan tarap hidup kesejahteraan masyarakat. Karena salah satu indikator nasional, yang tergolong rumah tangga miskin adalah mereka yang belum punya tepat tinggal (rumah) layak. Sehingga di Kutim masih ada beberapa warga yang tergolong miskin. Rumah tangga miskin itu terus ditingkatkan kesejahteraan dengan berbagai kegiatan nyata yang benar-benar menyentuh.
“Sebenarnya di Kutim tidak ada lagi orang miskin. Mereka rata-rata sudah bekerja, punya penghasilan. Bahkan penduduk Kutim rata-rata pula sudah memiliki sepeda motor. Sepeda motor ini merupakan barang mahal yang harganya yang baru (buka plastik) tidak kurang dari belasan juta rupiah per unit. Ada juga warga yang rumahnya nampak jabuk tapi di situ terpasang (punya) antena parabola,” jelasnya.
Sedangkan Koordinator pembangunan RLH Dandim 0909 Sangatta Letkol Inf. Andi Gunawan mengaku, pihaknya siap ikut membantu realisasi pekerjaan pembangunan rumah kayu cat warna biru laut. “Kalau material bangunan itu ada siap, pekerjaan cepat selesai,” tukasnya ketika ditemui di teras Gedung Serba Guna(GSG), Komplek Perkantoran Bukit Pelangi, Selasa siang (5/8).
Karena nilai bangunan itu sudah dipatok Rp 55 juta per unit, maka pembelian material (tiang, papan, atap, paku dan bahan pelengkap lainnya) harus betul-betul efisien. Pengadaan bahan bangunan RLH seperti kayu dan seng harus lebih efektif dan efisien. Dia mencontohkan, kalau bahan bangunan RLH itu lebih memudahkan dan menguntungkan bila didatangkan dari Samarinda, misalnya, ketimbang bahan bangunan itu diambil sendiri di Sandaran, sementara bahan bangunan itu digunakan di Sandaran, maka sisi efektif dan efisiennya tetap jadi pertimbangan utama, dan tetap menjaga kualitas bangunan itu. Jadi pengadaan RLH bagi warga miskin bukan asal-asalan. (kmf2)