Sangatta, wartakutim.com – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dijadikan pedoman dalam proses mengadopsi anak. Persyaratan untuk menjadi orangtua angkat dan jadi anak angkat telah diatur dalam Bab III Pasal 12 dan Pasal 13 PP Nomor 54 Tahun 2007, serta dikuatkan dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009.
“Jadi dalam mengadopsi anak harus sesuai prosedur. Kalau tidak, orangtua angkat bisa tersangkut kasus,” tegas Kepala Bidang Kesejahteraan Anak Dinas Sosial Kaltim Safrudin Saida Panda, SH ketika jadi pemnbicara dalam sosialisasi adopsi anak di Gedung Wanita, Kawasan Pusat Perkantoran Bukit Pelangi, Selasa (15/7) Lalu.
Dia mencontohkan, anak pasangan suami istri (pasutri) tergolong miskin. Ketika istrinya bersalin, pasutri tersebut minta bantuan kepada orang lainnya, misalnya ke si-B untuk menanggung biaya bersalinan. Seiring waktu, orangtua bayi tersebut memohon kepada si-B tadi agar buah hatinya itu dijadikan anak angkat. “Kalau seperti ini kejadiannya, antar orangtua kandung dan orangtua angkat bisa-bisa terjerat kasus jual beli anak,” jelasnya.
Oleh karena itu, persyaratan menjadi orangtua angkat dan menjadi anak angkat harus terpenuhi. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orangtua angkatnya berdasar keputusan (penetapan pengadilan. “ Penetapannya, kalau beragama Islam di Pengadilan Agama, tapi bila non muslim di Pengadilan Negeri,”papar Syafrudin Saidi Panda.
Rekomendasi persyaratan dalam proses mengadopsi anak harus pula jadi perhatian. Yang paling berwenang mengeluarkan surat rekomendasi pengangkatan anak adalah Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Kesehatan Provinsi. Kalau calon anak angkat atau calon orangtua angkat pihak bukan warga negara Indonesia (WNI), maka yang berwenang mengeluarkan surat rekomendasi adalah Kementerian Sosial RI. “Hati-hati dalam mengadopsi anak. Kalau salah prosedur, bisa timbulkan masalah dikemudian hari. Misalnya, mengadopsi anak di bawah usia enam tahun.
Setelah anak ini tumbuh besar, sudah tampan atau cantik, pihak orangtua kandung mau mengambil lagi. Karena tidak didukung bukti administrasi lengkap maka orangtua bisa saja berhasil mengambil kembali buah hatinya. Ini mesti diwaspadai agar tidak menimbulkan masalah,” kata Safrudin Saidi Panda mengingatkan.
Kepala BidangRehabilitasi Dinas Sosial Kutim, Nani Sukarsini mengatakan, sosialisasi peraturan pegadopsian anak menghadirkan tiga narasumber, yaitu, Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Dinas Sosial Kaltim Drs. Khairul Soleh, MSi dan Kepala Bidang Kesejahteraan Anak Dinas Sosial Kaltim Syafrudin Saidi Panda, SH serta Ketua Pengadilan Agama Kutim Taufik Qurahman. Acara tersebut diikuti 30 peserta perwakilan dari 5 kecamatan (Sangatta Utara, Sangatta Selatan, Teluk Pandan, Rantau Pulung dan Bengalon) serta aparatur pemerintah desa. Panitia Suherman menambahkan, tujuannya, menjamin terpenuhinya hak anak agar hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.Sosialisasi tersebut berdasar surat keputusan kepala Dinas Sosial Kutim Nomor: 463.3/135/05-03/IV/2004 tentang kepanitiaan. (kmf2)
Leave a Reply