Sangatta,wartakutim.com – Mendapat dapat penghargaan, sanjungan dan pujian bagi seorang Kepala Adat Suku Wehea, tidaklah begitu penting. Toh berapapun banyaknya penghargaan yang diterima dan dalam bentuk apapun piagam itu, baginya adalah tidak memberikan apa-apa bagi dia dan bagi warga adat Suku Wehea.
Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, adalah justru kadang –kadang orang luar negeri sangat menghargai acara yang kami lakukan di wilayah adat Wehea.
“Contohnya, hutan lindung wehea yang kami jaga dan rawat selama puluhan tahun ini sudah mengharumkan tidak saja Kutai Timur tetapi mengharumkan Indonesia didunia Internasional”kata kepala Adat ladjie Taq, seperti dikutip pilarkaltim.com, kamis,5/4
Ladjie Taq, mengatakan, kebanggaan yang mereka berikan untuk Indonesia adalah pada 14-16 Oktober tahun 2008, hutan lindung wehea menjadi juara 3 dunia. Saat itu yang menjadi juara pertama adalah Salomon, juara 2 Bolivia juara 3 Indonesia( Wehea) Kutai Timur dan juara 4 adalah Meksiko.
Dan kata dia, pada tanggal 6 Juni tahun 2009 Ladjie Taq mendapat penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dan pada saat tiba di Kutai Timur dia diminta oleh panitia agar dirinya dan Piala Kalpataru diarak keliling Kota Sangatta, namun pihaknya tidak mau dan menolak.
“Kenapa saya menolak diarak keliling kota, bukannya saya tidak senang dan siapa yang tidak bangga mendapat penghargaan Kalpataru, disanjung dan dipuji. Tetapi begitu saya tiba dirumah sungguh sedih, ternyata tidak ada beras tidak ada garam tidak ada rokok,”ungkapnya.
“Jadi sejujurnya yang kami harapkan adalah pembinaan dan pendanaan yang berkesinambungan, inilah yang kami harapkan.,”pintanya
Dia menyebutkan, prestasi yang juga dia dapatkan adalah pada 15 agustus 2015. Ladjie Taq mengaku dipanggil ke Jakarta menerima Bintang Jasa Pratama. Kemudian 2015 kita dipanggil ke Paris Francis untuk mendapatkan penghargaan Ekuator dari Perserakatan Bangsa Bangsa (PBB).
“Tetapi kadang-kadang sekarang ini hutan lindung wehea tetap dijaga, tetapi pendanaan ini yang sangat kurang.”ujarnya
Akhirnya lanjut dia, beberapa warga wehea dari anggota PM (Pekuk Mue) polisi adat penjaga hutan wehea, dan sudah mengundurkan diri karena dana yang ada sangat minim. “akhirnya kita tidak bisa mendanai dan memberikan gaji honor yang jaga. Oleh sebab itu oleh pihak pemerintah daerah, provinsi dan pusat serta para pengusaha disekitar hutan lindung wehea untuk mendukung dan membantu.”pintanya
”Kami sudah cukup berusaha dan sudah megharumkan nama bukan saja Muara Wahau tetapi Indonesia diharumkan, tetapi perhatian pada Lembaga Adat Wehea sangat kurang sekali”tutupnya (as/ys)