Ekonomi

Kemarau Berdampak Harga Sawit Anjlok

243
×

Kemarau Berdampak Harga Sawit Anjlok

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi
Ilustrasi
Ilustrasi

Sangatta,wartakutim.com – Musim kemarau yang sudah berlangsung hampir setahun lamanya, merugikan petani secara telak. Apalagi, karena tahun lalu harga Crude Plam Oil (CPO) secara global turun, membuat pendapatan petani sawit turun drastic. Bahkan pendapatan turun hingga 35-50 persen.

Leo (50), warga Muara Wahau, mengakui masalah yang terjadi akibat kemarau dan turunnya harga sawit bedampak besar bagi petani. “Kalau dulu harga sawit masih Rp120 per kg, tanda buah segar, selama harga turun, tengkulak hanya berikan harga Rp800 / kg TBS. harga fluktuasi itu, berlangsung cukup lama. Harga sebenarnya sudah kembali bagus, karena sudah lebih Rp1000, namun yang jadi masalah saat ini adalah karena buah sawit masih kurang. Karena masih kemarau,” ungkapnya

Kalau harga normal kami bisa dapat Rp3 juta per hektare, namun dengan kondisi harga sekarang, turunnya buah sawit, maka pandapatan petani, turun drastis. Paling, untuk satu hektare, hanya dapat Rp2 juta,” katanya.

Itupun, pendapatan kotor sebab petani masih bayar tenaga kerja, belum lagi dengan pupuk yang cukup banyak. “Untuk sawit dengan umur 10 tahun, pupuk yang digunakan sekitar 3 kg/ pohon. Pemupukan dilakukan 3 bulan sekali. Karena itu, pendapatn bersih paling Rp1 juta lebih per hektare,” katanya.

Diakui, masalah pupuk ini, juga jadi dilemah. Sebab jika tidak dipupuk, hasil nya sangat kurang. Dalam kondisi musim kemarau, dipupuk pun, hasilnya tetap kurang, apalagi kalau tidak dipupuk.

“kami hanya berharap, hujan, biar air cukup, dalam kondisi harga bagus, maka hasil yang kami dapat juga bagus,” harap Leo.

Dalam kondisi kebun sawit sudah panen, Leo mengakui ada tawaran agar bermitra dengan perusahan, dengan membentuk koperasi, sehingga perusahan yang kerjakan, dan tanggung semua biaya pupuk. Namun Leo mengau, dari hitungan, dan fakta petani yang bermitra dengan perusahan, hasilnya lebih baik kerjakan sendiri. Sebab, jika dimitrakan, hasilnya maksimal Rp1 juta per hektare, sedangkan jika dikerjakan sendiri, pada kondisi musim cuaca yang bagus, harga bagus, maka petani sejatinya masih bisa dapat Rp2-3 juta.

“Memang enak kalau bermitra dengan perusahan. Tidak kerja lagi, dapat uang, tapi kecil. Tapi kalau kerja sendiri, memang capek, tapi hasilnya bagus,” katanya. (Imanuel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses