WartaKutim, Sangatta – Meski banyak perusahaan beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Timur, tidak lantas membuat masyarakat sekitar perusahaan merasakan imbas positif. Khususnya dari sisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility. Sehingga Wakil Rakyat Kutim pun sedang merumuskan peraturan terkait, guna mengatur regulasi, hak, kewajiban dan saksi bagi perusahaan.

Menurut Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Perda Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di DPRD Kutim, H Agiel Suwarno, sekarang sedang digodok naskah akademik bakal aturan itu.
Pansus berharap banyak masukan akan didapat dari semua pihak terkait. Agar Perda yang dihasilkan bersifat aspiratif dan bisa diterima semua pihak, serta dapat segera diterapkan di Kutim. “Sehingga semua persero bisa melaksanakan tanggung jawab sosialnya di daerah ini,” katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini berharap sebelum Perda dimaksud terbit, seluruh perusahaan di Kutim telah melaksanakan kewajiban CSR kepada masyarakat. “Sejauh ini, selain KPC (PT Kaltim Prim Coal), Indominco beserta sub kontraktornya, kami belum tahu kemana perusahaan sawit, bank dan usaha lainnya mengarahkan tanggungjawab sosialnya,” ungkap Agiel.
Perda TJSP, kata Sayyid Anjas selaku Ketua Pansus Raperda TJSP, pihaknya banyak turun ke lapangan untuk menggali data dan informasii terkait regulasi perda tersebut. Jadwal Dewan sangat padat, selain melakukan rapat internal pansus. Tujuannya, agar Perda diterbitkan nantinya adil dan bijaksana, data dihimpun dari berbagai pihak bersangkutan. “Kami ingin perda ini tidak mandul dan bisa mencakup semua investasi, namun jangan sampai bikin jera para investor untuk masuk Kutim. Banyak problema, namun kami yakin, tidak ada masalah berarti, selama mau bekerja profesional dan transfaran baik itu dari pemerintah, korporasi dan semua elemen yang tercakup di dalamnya,” jelas Sayyid dari Partai Golkar.

Hal yang sama ditegaskan H Burhanuddin, anggota Pansus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Kutim. Dana CSR sangat dibutuhkan masyarakat untuk membangun desa, sebagai dana tambahan selain dari APBN dan APBD. Meski sejumlah perusahaan telah melakukan kewajiban CSR pada masyarakat, tapi tidak serta merta telah tepat pada pelaksanaannya. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu ditambahkan, yang sesuai dengan harapan masyarakat. Misalnya program infrastruktur yang dananya diminta masuk ke rekening desa. Sehingga lebih terarah dan menyentuh kebutuhan prioritas masyarakat desa. “Karena desa bukan tidak mampu mengelola dan, namun dana yang mau dikelola yang tidak ada. Akibatnya banyak program dari RT tidak bisa dilaksanakan,” ujarnya.
Burhanuddin menambahkan, sebelum menjadi Anggota DPRD Kutim, ia adalah salah satu pelaksana sekaligus penerima dana CSR. Pernah menjabat Ketua Badan Permusyawaratan Desa, warga desa diakuinya sangat terbantu dengan adanya dana Alokasi Dana Desa dan CSR. Baik itu dalam pembangunan infrakstruktur desa maupun pada pemberdayaan masyarakat. “Pemerintah desa pun mampu membuat laporan dan memilah mana dana desa dari APBN, APBD ataupun dana CSR. Mereka bisa memilah, kalaupun ada bimbingan keuangan dari ketiga sumber keuangan desa itu, tentu akan lebih meningkatkan lagi kemampuan mereka. Mereka kan sudah mampu kelola ADD, jadi tidak sulit lagi,” tukasnya seraya menyatakan salut sejak lama kepada lndominco dan KPC yang konsisten melaksanakan CSRnya.

Politisi Partai Demokrat di DPRD Kutim, Harfandi, mengatakan Pansus TJSP sedang mencari angka ideal dalam menentukan besaran dana CSR dari perusahaan. Agar tidak salah dalam mencantumkan angka standar. Perda inisiatif dewan itu dirancang untuk berpihak pada rakyat Kutim tanpa mengganggu iklim investasi daerah. Karenanya anggota Pansus harus ekstra hati-hati dalam mengatur regulasi perda CSR itu. “Mesti hati-hati. Bila keliru maka bukannya melakukan perbaikan malah bisa jadi kontraproduktif,” jelasnya. (*/adv/DPRD-Kutim)
Reporter : Andi Asmara | Editor: Sonny Lee Hutagalung