SANGATTA. Ketua DPRD Kutai Timur (Kutim) Mahyunadi mengaku heran dengan kondisi Kaltim pada umumnya,. Terutama satu hal, yakni masalah minyak goreng. Sebab, Kaltim punya kebun sawit sebanyak satu juta hektar, tapi tidak ada industri hilir yang dibangun di Kaltim, akibatnya, harga minyak goreng yang asalnya dari Sawit, justru lebih mahal dari harga di Jawa.
“Karena itu, saya berharap, ke depan, pemerintah provinsi yang punya kewenangan masalah Perkebunan sekarang ini, mendirikan Perusda untuk mengelola industri minyak goreng, termasuk produk turunan CPO (crude palam oil) lainnya,” katanya.
Dikatakan, untuk menghidupi industri hilir atau memasok CPO ke indutri hilir ini, maka pemerintah harus membuat Perda, yang menyatakan Perusda punya hak beli 20 persen COP, tiap perusahan perkebunan. “Dulu kan ada namanya Hibkaba (Himpunya pengusaha kayu) lokal. Hipkaba punya hak beli 20 persen poduksi kayu dari perusahan. Ini layak diadopsi, Perusda juga punya hak beli 20 persen CPO perusahan yang ada di Kaltim,” katanya.
“nantinya, tak perlu Perusda yang punya pabrik industri hilir CPO, kalau tak punya modal. Yang punya adalah investor. Jadi karena Peruda yang punya hak beli, maka Perusda yang pasok CPO ke industri hilir yang dibangun investor,” katanya.
Karena itu, menurutnya, dalam hal ini Perusad pun tak perlu punya modal besar, tapi punya modal kebijakan. “dengan kebijakan ini, maka Peruda hanya jadi perantara. Untung dikit kan tak apa-apa, yang penting jalan, kita juga punya industr hilir CPO,” katanya.
Diakui, selama ini industri hilir tidak bisa berdiri di Kaltim karena perusahan sawit yang ada di Kaltim ini pada umumnya sudah punya pembeli di daerah lain, terutama di Jawa, bahkan di luar negeri. Namun dengan kebijakan ini, maka tentu ada jaminan pasokan CPO di industri hilir di Kaltim. “Kalau sudah punya industri hilir kan, ada pembukaan lapangan pekerjaan, harga minyak goreng juga bisa turun, “ katanya. (IMA)