WARTAKUTIM.CO.ID – Permintaan sarang burung walet asal Kutai Timur, terus mengalami peningkata khususnya permintaan dari Hong Kong, China dan Vietnam dimana pada tahun 2016 mencapai 26 ton dan 2017 lalu naik menjadi 52 ton.
Hal ini dikatakan Kusnawan Hendra Ketua Asosiasi Pengusaha Sarang Burung Walet Rumahan Kutim saat ditemui Media ini, belum lama ini.
“pengembangan usaha ini akan terus meningkat pesat seiring kebutuhan pasar yang tinggi. Dari tiga kecamatan seperti Sangatta Utara, Sangatta Selatan dan Bengalon dapat dihasilkan sarang burung walet dengan total keseluruhan mencapai 2 ton,”ungkapnya.
Ia menambahkan, dengan kata lain, kegiatan ini menjadi alternatif usaha warga dalam mengembangkan komoditi ekspor andalan dari Kutim. Bisnis sarang burung walet sangat menjanjikan dan memiliki banyak tantangan.
“Selain harus memiliki modal besar hingga ratusan juta rupiah, si investor harus pandai mengelola rumah walet agar tetap betah dihuni oleh walet. Namun jika sudah berhasil menjalankan bisnis ini, uang ratusan juta hingga miliaran rupiah bisa hinggap dengan mudahnya ditangan,”ungkapnya.
Pengembangan Usaha Kecil Menengah di daerah harus bersinergi dengan pengembangan sektor kepariwisataan, dengan mememanfaatkan momentum naiknya minat wisatawan mengunjungi destinasi wisata baru. Sehingga para pelaku UKM yang didominasi usaha rumah tangga, memiliki sarana pemasaran atas produk yang dihasilkan.
Sementara itu, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Rustam Effendi Lubis menyebutkan jika pengembangan produk-produk unggulan hasil dari Usaha Kecil Menengah (UKM), mau tidak mau harus bersinergi dengan sektor pariwisata daerah. Karena kedatangan wisatawan dari dalam Kaltim hingga luar negeri selain bermaksud melihat wisata daerah, juga ingin membawa cinderamata dari Kutim tentunya
Dukungan semua pihak selain pemerintah termasuk juga perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kutim. Seperti halnya yang dilakukan PT Kaltim Prima Coal, dalam mendampingi masyarakat disekitar area tambang dengan pelatihan-pelatihan. Sehingga mampu mengeluarkan produk unggulan yang berbasis industri rumah tangga, mulai pembuatan batik, makanan khas tradisonal, hingga pengelolaan wisata pasca tambang.