WARTAKUTIM.CO.ID, SANGATTA – Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim) dari partai Hanura Herlang Mapatitti, setuju jika dana ADD untuk membayar iuran BPJS untuk warga Kutim. Namun, pihaknya tidak yakin Jumlah 75 orang warga miskin berdasarkan data BPS adalah data real, sehingga perlu untuk di data ulang.
Saya sepakat kalau ADD juga digunakan untuk bayar BPJS kesehatan warga miskin. Tapi saya tidak yakin, jumlah warga miskin yang belum tercover JKN KIS, masih 75 ribuan. Sebab, secara kasat mata, warga yang tidak memiliki motor atau rumah dan fasilitas lainnya di kutim, sangat kecil. Bahkan, di sangatta Utara, sulit untuk mencari warga yang memang miskin dalam jumlah yang besar seperti itu,” ungkap Herlang.
Ia menambahkan, sejumlah daerah seperti Yogyakarta dengan mudah memberikan perhatian termasuk dalam penyelesaian iuran BPJS. Herlang menyarankan agar ada data valid serta terdokumentasi dengan baik baik nama dan alamat serta tempat tinggal, baru dilakukan pembayaran iuran BPJS.
“Kami tidak ingin berspekulasi terkait warga miskin, namun agar dana yang ada tidak sia-sia, harus didata dengan kriteria yang jelas. Menurut saya, negara memang menghendaki semua warga bisa mendapat pelayanan kesehatan. Termasuk fakir miskin, itu tanggungjawab negara. Karena itu, kalau memang ada warga miskin tidak punya BPJS, silakan ditanggulangi dari ADD,” katanya.
Dikatakannya banyak warga yang mengaku miskin karena butuh pengobatan. Padahal, sebenarnya, mampu karena tidak mau keluar uang, ngaku miskin seperti saat diberlakukannya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) beberapa tahun lalu.
“Saya masih ingat, saat masih ada raskin, yang dapat banyak yang bermobil, bermotor. Ini jelas menunjukkan data yang tidak benar, karena mungkin data yang diambil data ‘perkoncoan’. Karena itu, kalau memang pemerintah ingin menanggulangi BPJS kesehatan bagi warga miskin yang belum memiliki BPJS, maka harus jelas kriterianya,”ungkapnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, warga yang benar benar miskin harus diberikan lebel pada rumah warga. “Kan kalau merasa mampu , tidak mungkin mau dilabeli warga miskin, hanya gara-gara iuran BPJS,” sebut Herlang seraya menyebutkan beberapa daerah yang telah menerapkan pelabelan warga miskin (IA)