SANGATTA – Lembaga anti rasuah terus melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Kabupaten Kutai Timur. Dengan harapan daerah yang terkenal sebagai pemasok batu bara terbesar di Indonesia ini, tidak menjadi salah-satu daerah yang menjadi ladang korupsi.
KPK sendiri telah memberikan pengarahan sejak tiga tahun lalu atau tepatnya tahun 2016 pada Pemkab Kutim. Sehingga rencana aksi yang dilakukan terkait perubahan manajemen delapan area rawan korupsi tersebut, yang menjadi pantau pihak lembaga anti rasuah negeri ini.
Koordinator Wilayah (Korwil) XII Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nana Mulyana menyebutkan delapan area yang dianggap rawan terjadi tindakkan korupsi. Yakni mulai dari perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), penguatan dan pengawasan internal pemerintah.
“Terkait pengelolan APBD, kita dorong agar menggunakan aplikasi e-planning dan e-budgeting berbasis aplikasi internet. Sehingga semua proses dapat sesuai dengan aturan baku penganggaran. Semisal Pokok Pikiran (Pokir) berakhir pada tanggal berapa, sehingga pada waktu tertentu aplikasi itu menutup waktu atau batasan akhirnya. Lalu Musrembang dari tanggal berapa sampai tanggal berapa, sehingga apa yang diputuskan dalam perencanaan maka dalam penganggaran tidak ada perubahan,” ungkap lelaki dengan kumis tipis ini.
KPK Pusat dan 9 Kordinator Wilayah KPK se-Indonesia yang Kalimantan Timur masuk pada wilayah 7, juga memusatkan perhatian pada pengadaan barang dan jasa. KPK terus mengawal perubahan Perpres-nya, termasuk implementasi di daerah. Dinas Penanaman Modal Daerah – Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMD-PTSP) juga menjadi perhatian, mengingat ada kelemahan pada sektor rekomendasi teknis dan pendelegasian kewenangan.
“Sehingga seluruh perizinan yang ditandatangani Bupati harus diserahkan pada DPMD-PTSP, jadi tidak boleh ada lagi perizinan yang ditandatangani pimpinan daerah dipegang oleh dinas lain. Kedepan terkait perihal perizinan harus dalam satu wadah, bahkan pihak pemohon perizinan tak perlu lagi ke DPMD-PTSP, tinggal diprint melalui email atau pengumuman online,” ujar Nana Mulyana.
Kode etikpun menjadi perhatian KPK terhadap pejabat-pejabat daerah, dimana pejabat tidak boleh bertemu dengan pemohon diluar jam-jam kerja. Atau pemohon bertemu dengan tim pemberi rekomendasi, itu juga dianggap pelanggaran kode etik. Pemohon hanya bisa berhubungan dengan DPMD-PTSP saat mengajukan perizinan saja.
Harapan KPK terhadap Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), pada dasarnya diharapkan mampu menjadi mitra KPK dalam menjalankan tugas bersama. Ketika ada pengaduan semisal, APIP harus melakukan investigasi. Disisi lain Korwil KPK VII mendorong Pemkab untuk menambah tenaga alias SDM, anggaran, kelengkapan-kelengkapan penunjang kinerja, terus disusun dalam aksi pemberantasan korupsi di daerah. (Arso)