SANGATTA – Perkembangan kegiatan keagamaan di Kutai Timur, parameternya dapat dilihat di dua kecamatan yakni Muara Wahau dan Kongbeng. Kenapa demikian, hal ini beranjak dari bagaimana masyarakat setempat mengupayakan kegiatan keagamaan dengan modal swadaya pribadi dan kelompok majelis taklim atau pengajian.
Diakui Drs. H. Sobirin Bagus, MM bahwa semangat keagamaan amatlah baik jika muncul langsung dari masyarakat itu sendiri, selain membuktikan kemandirian dan keikhlasan umat, juga bagimana upaya saling hormat-menghormati antara umat beragama tetap saling terjaga dengan baik.
“Ambil contoh di SP 4 ada kelompok pengajian sejalur dihitung ada 1 Rukun Tetangga, ada beberapa jalur yang selalu mengadakan pengajian, hal ini jika dihitung dalam satu minggu selalu ada tiap harinya dilakukan pengajian. Belum lagi adanya gabungan dalam jalur-jalur tersebut digabungkan dengan jumlah 1 desa, maka 1 bulan sekali ada pengajian satu desa,” jelasnya.
Sehingga semarak keagamaan pada kecamatan tersebut, dinilai luar biasa oleh anggota DPRD Kutim dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. Apalagi adanya gabungan Majelis Taklim dari dua kecamatan yang jumlahnya mencapai 2000-3000 orang jama’ah, dimana berjalan sejak transmigrasi dilakukan pada awal mula masuk ke wilayah tersebut pada tahun 1987.
“Itulah mengapa kemudian baik Ketua DPRD Kutim Hj. Encek UR Firgasih, Bupati Ismunandar, hingga Wakil Bupati Kasmidi Bulang sering melakukan kunjungan terkait kegiatan keagamaan di dua kecamatan tersebut,” pungkasnya.
Sebagian masyarakat secara swadaya membuat tempat-tempat ibadah pada dua kecamatan tersebut, baik untuk agama islam dan agama lainnya. Bahkan dalam penilaian anggota DPRD Kutim ini, sebagian pembangunan rumah ibadah murni dilakukan masyarakat sendiri tanpa tersentuh dana APBD.
“Perlu diketahui di Kongbeng ada dua masjid yang mewahnya luar biasa di Kongbeng, malahan Masjid Al-Ijtihad di sekitaran kantor desa merupakan masjid termewah di Kutim setelah Masjid Agung Al-Faruk di Bukit Pelangi. Bahkan ada santunan anak yatim yang berlanngsung tiap bulan Muharram yang diberikan majelis taklim dengan nilai menyentuh Rp. 70 juta pertahun, belum termasuk santunan pribadi,” ini yang patut diapresiasi terkait pengembangan keagamaan di dua kecamatan tersebut.
Walaupun begitu perhatian untuk pengembangan masjid lainnya di sembilan kecamatan eks transmigrasi, tetap mendapatkan perjuangan untuk dana pembangunan masjid yang dianggarkan dari dana APBD Murni dan Anggaran Biaya Tambah (ABT). Mengingat ini merupakan tugas dan kewajiban sebagai wakil rakyat dari Dapil tersebut.
“Saya sebagai perwakilan dari masyarakat daerah tersebut, lebih khusus di sembilan kecamatan eks transmigrasi, tetap selalu memberikan perhatian untuk masyarakat lainnya untuk tiap desa dalam tiap tahunnya. Semisal di desa Marga Mulya di Kongbeng, pada anggaran murni dapat bantuan untuk 1 hingga 2 masjid, pada ABT dicarikan lagi untuk desa yang belum dapat bantuan,” ungkapnya saat di wawancarai. (Adv)