Wartakutim.co.id, Sangatta – Dalam sudut pandang Dinas Koperasi dan UMKM Kutim, pada masa sekarang membuat banyak pihak dengan mudah membentuk atau mendirikan koperasi lewat akta notaris. Jika sebelumnya lewat Kementerian Koperasi, maka pada sekarang lewat Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia.
Terkait itu, Dinas Koperasi dan UMKM telah melakukan pembicaraan dan temu kelembagaan dengan pihak-pihak notaris yang ditunjuk. Sebelum pengaju pembuatan akta membuat legalitas pembentukan koperasi, untuk mengkonfirmasi pihak dinas. Tujuannya agar mengetahui secara detail, maksud dari orang-orang ketika hendak mendirikan koperasi.
“Agar masyarakat jangan salah sudut pandang, ketika hendak mendirikan koperasi. Jadi jelas pemahaman mengenai tujuan pembentukan, jenis usaha, hingga kemudian berlanjut ke notaris. Mengingat hingga sekarang, ada beberapa koperasi yang belum melakukan kewajibannya berupa simpanan pokok dan simpanan wajib,” terang Kabid Kelembagaan Dinas Koperasi dan UMKM Kutim Firman Wahyudi, saat ditemui media.
Anggota koperasi harus memenuhi kewajiban baik berupa simpanan pokok dan simpanan wajib. Sehingga dengan pemahaman yang kurang, ada saja ditemukan saat akhir tahun pengurus langsung membagi habis Sisa Hasil Usaha (SHU). Tak ayal asas koperasi kemudian menjadi terpinggirkan, atau malah dihilangkan karena ketidaktahuan tersebut.
Ia mengatakan jika penguatan kelembagaan koperasilah jadi harapan besar Pemkab Kutai Timur, melalui Dinas Koperasi dan UMKM. Karena sejatinya telah ada panduan, semua kebijakan yang dikeluarkan pengurus koperasi mengacu ada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Untuk kebijakan internal koperasi sendiri, tinggal pengurus koperasi menguatkan anggaran rumah tangganya.
Pertumbuhan koperasi di Kutim dalam kurun waktu belakangan, lebih banyak yang berorientasi pada perkebunan yang hampir merata di seluruh kecamatan. Keterbatasan dalam terkait kelembagaan diakui oleh Dinas Koperasi dan UMKM terhadap 1.117 koperasi. Yang dengan kemampuan yang ada, tidak dapat tercover semua.
Masalahnya ialah ketika masyarakat telah membentuk koperasi, tanpa kemudian memberikan laporan kepada Dinas Koperasi dan UMKM. Lalu dalam perjalanannya sudah bermitra, ternyata ujung-ujungnya ada persoalan antara pengurus dan anggota koperasi.
Hal ini baru diketahui, ketika ada pengaduan dan di cek kelapangan. Selain pihak tersebut tak melaporkan keberadaan koperasinya, juga ditemukan kenyataan mereka tidak menjalankan asas-asas koperasi dengan baik dan benar. Termasuk tidak melaksanakan Rapat Akhir Tahun (RAT).