WartaKutim.Com…Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kutai Timur membantah adanya pengaduan masyarakat yang melaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup terkait beredarnya isu eksploitasi kawasan hutan lindung Wehea yang dilakukan oleh PT.TOP. Pasalnya, jarak antara lokasi pertambangan dengan hutan wehea mencapai puluhan kilometer. Sehingga tidak mungkin jika ada aktifitas pertambangan masuk kedalam kawasan hutan tersebut.
“Aktivitas pertambangan yang dilakukan PT.TOP, berada dikawasan APL dan jauh berada diluar kawasan hutan lindung Wehea. Bahkan area APL, PT.TOP sendiri juga cukup jauh sebelum area HPH milik perusahaan kehutanan Gunung Gajah. Jadi tidaklah benar pengaduan masyarakat tersebut”. bantah Sekretaris BLH Kutim Suriansyah beberapa waktu lalu.
Meski tidak mengetahui pastinya apakah PT.TOP telah melakukan aktifitas pertambangan, namun dia mengaku, jika perusahaan pertambangan tersebut memiliki izin resmi dari Dinas Pertambangan dan Energi Kutim yang ditanda tanggani Bupati Kutim Isran Noor saat itu.
“Perusahaan itu sudah memiliki izin analisis masalah dampak lingkungan (Amdal) sejak tahun 2008 dan diperbaharui pada 2010 dan terakhir 2012 lalu. Izin amdalnya ada, dan diproses oleh BLH Kutim ini sendiri”. Ujarnya
Karena keberadaan ijin itulah, lanjut Suriansyah membuat pihaknya berani memastikan jika kawasan hutan lindung Wehea jauh dari kegiatan eksplorasi. Apalagi perambahan sebagaimana ditudingkan oleh sejumlah oknum masyarakat Wehea
“Dugaan kami seakan ada upaya profokasi yang dilakukan sekelompok masyarakat adat wehea dalam kasus ini. Sebab, antara isi surat yang disampaikan kepada kami dengan yang dilayangkan ke Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) tidaklah sama.
Isi surat yang kami terima menyebutkan masyarakat adat wehea meminta bantuan pendampingi dalam mengawasi, menjaga, dan melindungi batas-batas hutan lindung wehea. Sementara yang sampai di KLH, bahwa masyarakat adat wehea mengaku kesulitan mendapatkan hasil berkebunan dan bertani sejak adanya aktifitas penambangan di areal bentangan hutan wehea. Kan ada yang janggal,” jelas Suriansyah.
Sebagai informasi, pada beberapa waktu puluhan orang yang mengaku masyarakat Wehea, mengadukan jika telah terjadi eksplorasi dan eksploitasi hutan lindung wehea oleh salah satu perusahaan yang berada di dekat kawasan itu. Akibatnya, hutan wehea mengalami kerusakan.
Selain itu, masalah itu juga langsung dilaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup. Perusahaan yang melakukan penambangan itu, diketahui bernama PT TOP sebuah perusahaan tambang batu bara. Akibat aktifitas ekplorasi batu bara ini, telah membuat rusak habitat dan ekosistem Hutan Lindung Wehea. (*/WK)