SANGATTA. Bukan hanya pegawai terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah Pelabuhan di Kenyamukan yang akan terancam hukuman berat, tapi pihak penerima pembayaran juga terancam hukuman. Bahkan, mereka terancam dengan jeratan hukum TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), sesuai dengan UU No 8 tahun 2010 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Kapolda Kaltim Irjen Pol Dicky Atotoy didampingi penyidik Kompol Agung mengatakan, penyidikan kasus ini terus bergulir. Bahkan tidak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah, tergantung perkembangan penyidikan yang dilakukan.
“Soal tersangka baru, mungkin saja. Karena penyidikan masih jalan terus. Termasuk, penerima uang juga bisa kena money laundring (Pencucian uang). Hanya saja, itu belum sampai ke sana, karena penyidikan masih fokus dengan penyidikan tersangka yang ada,” jelas Agung, saat dihubungi melalui telepon, kemarin.
Terkait dengan peran masing-masing tersangka, Agung mengatakan, untuk tersangka baru yakni pegawai Dinas PLTR (Pengendalian Lahan dan Tata Ruang) berinisial A, berperan karena jabatannya sebagai pengguna anggaran. Dia yang menyetujui pengeluaraan keuangan. Sedangkan HL, dari dinas PLTR, sebagai PPTK (pejabat Pembuat Komitmen), bertanggunjawab atas pengadaan tanah tersebut.
Karena merugikan negara, maka tersangka dijerat dengan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sangkaan ini sama dengan sangkaan terhadap tersangka pertama Is, yang dianggap melakukan pembiaran terjadinya kasus ini, yang juga dijerat dengan pasal sama. Berbeda dengan tersangka berinial Kas, yang disangka melanggar Keputusan Presiden No 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
Terkait dengan kemungkinan penahanan bagi para tersangka, Agung menyatakan belum tahu. “Belum ada rencana akan ditahan,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penyidikan yang dilakukan Polda Kaltim terkait dengan pengadaan tanah Pelabuhan Kenyamukan, terus menggelinding. Bahkan, kini tersangka dalam kasus ini sudah bertambah jadi empat orang. Sementara kerugian negara, ternyata juga bertambah, tidak sesuai dengan dugaan polisi, karena dari hasil audit BPK kerugian negara jadi Rp11,4 miliar.
Seperti diketahui, penyidik menetapkan para tersangka dalam kasus ini lantaran diduga melakukan pembayaran tanah yang masih segel, belum bersertifikat. Pembayaran pembebasan lahan ini dilakukan dua periode yakni pada 2011 Rp 3 miliar dan pada 2012 Rp 9 miliar. Total keseluruhan Rp 12 Miliar, yang non-sertifikat Rp 7,3 miliar. (ima)