Samarinda, – Dalam lima tahun terakhir produksi minyak Kaltim sudah berkurang 23 persen dibanding tahun 2009. Untuk gas juga mengalami penurunan produksi secara signifikan sejak tahun 2009, mencapai 31,92 persen.
“Setiap tahun Kementerian ESDM melelang blok migas, termasuk yang ada di Kaltim, tapi setelah dilakukan eksploirasi hasilnya nihil, dari itu tak ada sumur baru yang menopang peningkatan produksi migas dalam lima tahun terakhir,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur, Amrullah didampingi Kepala Bidang Migas, Bantolo.
Menurut Amrullah, produksi minyak Kaltim pada tahun 2009 mencapai 56.146.000 barel dan tahun 2013 tinggal 42.984.000 barel, atau susut dalam lima tahun terakhir sebesar 23 persen. Penurunan produksi tidak serta merta, tapi bertahap, sesuai usia sumur yang semakin tua.
Setelah mencapai angka produksi 56.146.000 barel pada tahun 2009, setahun kemudian yakni 2010 produksi minyak Kaltim naik menjadi 56.791.000 barel, tapi setahun kemudian yakni tahun 2008, produksi turun signifikan ke angka 53.023.000 barel.
“Tahun 2012 turun lagi ke angka 47.436.000 barel dan sepanjang tahun 2013 Kaltim hanya menghasilkan minyak 42.984.000 barel. Kalau dihitung dalam empat tahun terakhir produksi minyak berkurang 13.807.000 barel,” kata Amrullah.
Kondisi di sektor gas juga serupa, terjadi penurunan produksi dalam lima tahun terakhir sampai 31,92 persen atau kehilangan 334.622.000 MMBTU. “Setiap tahunnya terjadi penurunan sangat signifikan karena semakin berkurangnya cadangan gas dan cadangan baru belum ditemukan,” ujar Kadistamben Kaltim ini.
Berdasarkan statistik produksi gas Kaltim, produksi tertinggi dicapai tahun 2009 yakni 1,048 miliar MMBTU dan turun sedikit di tahun 2010 ke angka 1,045 miliar MMBTU. Tapi memasuki tahun 2011-2013 terjadi penurunan tajam. Tahun 2011 produksi gas Kaltim tinggal 911.530.000 MMBTU, tahun 2012 turun lagi menjadi 822.229.000 MMBTU, dan sepanjang tahun 2013 drop ke angka terendah yakni 713.550 MMBTU.
Amrullah mengatakan, penurunan produksi itu alamiah, cadangan migas terus menurun, dan produksi juga tersendat sendat di sumur-sumur yang sudah tua. Perusahaan yang memegang kontrak terus melakukan revitalisasi sumur tua dengan teknologi terbaru, tapi hasilnya tetap saja akan berkurang.
“Migas itu kan seperti cadangan air di bak mandi, kalau dipakai terus pasti susut,” katanya. Sementara Bantolo mengungkapkan, setiap tahun berbagi blok migas ditawarkan melalui lelang terbuka di Kemeterian ESDM, tapi blok yang dilelang itu, setelah pemenang tender melakukan eksploirasi tak menemukan apa apa alis kosong.
Beberapa tahun kemudian, blok yang sama dilelang lagi dengan harapan ada peminat dan ada perusahaan membawa teknologi baru dalam mencari migas, tapi hasilnya nihil. “Kini satu satunya yang berminat investasi adalah Total Fina ELF di Blok Mahakam, tapi masih belum direalisasi karena menunggu kepastian dari pemerintah apakah pengelolaanya atas blok Mahakam diperpanjang atau tidak,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan, Bantolo menerangkan, untuk ekploirasi dan ekploitasi diperlukan biaya besar bisa- bisa sampai 20 juta USD untuk satu sumur. Kalau itu di laut lepas investasi yang diperlukan lebih mahal lagi. “Eksploirasi besar-besaran kini berlangsung di Selat Makassar tapi itu dalam wilayah nasional, bukan dalam wilayah administrasi Kaltim atau Sulbar. Hasilnya juga belum nampak,” katanya. Intoniswan