“Itulah mengapa Kutim dan Berau diundang untuk melakukan Studi Banding ke Taman Nasional Mulu Malaysia, oleh TFCA-II. Karena bentangan karst yang memanjang dari daerah kita hingga ke Berau jauh lebih besar potensi pariwisata dan konsep perlindungan alamnya. Sehingga jelas studi banding ini, bertujuan mengangkat potensi sumber daya pariwisata di wilayah Kaltim. Mulai pemerintah daerah dan provinsi, Tim Fakultas Geografi UGM, hingga LSM Pemerhati Karst Internasional,” jelasnya.
Prosesnya dimulai dengan perancangan aturan-aturan berupa Peraturan Daerah (Perda) oleh DLH Kaltim, yang akan diadopsi oleh Pemkab Kutim dan Berau. Sehingga karst tetap terjaga dengan baik keberadaanya, wisata alam yang ada dapat menarik wisatawan maupun menjadi lahan studi bagi mahasiswa, dosen dan peneliti, serta perlahan tapi pasti membuat pihak UNESCO menetapkan wilayah pegunungan karst di Kaltim menjadi situs sejarah warisan dunia.
“Kita diajak melihat secara langsung pengelolaan Taman Nasional Mulu, dan bahkan saya juga terkejut. Di kawasan yang ditumbuhi hutan lebat, ternyata ada bangunan hotel Marriot di tengah hutan ukuran bintang lima dengan bandara ditengah hutan. Ini yang akan kita adopsi, dan didorong kemudian pendekatannya akan disampaikan pada Pemerintah Pusat,” terang Wabup lebih jauh. (NALL)