Perbedaan sapeq dalam masing-masing masyarakat adat dayak ditempat-tempat lain di Kalimantan Timur atau Kalimantan, secara keseluruhan adalah pada instrumen lagu. Untuk di Kongbeng sendiri, ada beberapa judul lagu yang dikenal oleh masyarakat dayak setempat. Yakni Dot Siot, Lokbut Bu Ruy, Miau Kaka, dan Manuk Linu.
“Walaupun sapeq sendiri banyak digunakan oleh laki-laki dayak namun sejatinya tidak menutup kemungkinan untuk perempuan mempergunakannya pula. Bahkan paduan musik sapeq secara berkelompok alias dimainkan dengan alat musik tradisional lainnya, untuk di desa kami mulai sejak tahun 2010. Sebelumnya benar-benar asli hanya sapeq yang dipergunakan orang-orang tua dulu,” terang pria yang memfokuskan dirinya pada perkembangan kesenian setempat ini.
Dewan Kesenian Desa Miau Baru membuat sanggar-sanggar kesenian tiap Rukun Tetangga (RT), sehigga selain memperdalam tarian-tarian, anak-anak setempat juga diberikan pengenalan dasar penggunaan sapeq. “Dengan sendirinya muncul daya saing antar anak-anak tersebut, mereka jadi berlomba tanpa sadar untuk menjadi yang terbaik sebagai pemetik sapeq. “Teringat saat kecil, belajar dalam waktu satu tahun hingga dua tahun, sudah bisa memetik sapeq dengan baik. Saya kira asal ada kemauan, tentu ada jalan untuk memperdalam sesuatu,” ungkapnya sembari tersenyum.
Sementara itu Petrus Ivung, pemain musik sapeq mengaku jika perkembangan pelestarian penggunaan alat musik tradisional masyarakat dayak makin hari semakin membaik. Jika dulu hanya ditampilkan pada publik diluar suku dayak, saat kunjungan-kunjungan pejabat daerah maupun nasional. Kini sudah tidak lagi dipergunakan saat-saat khusus, namun benar-benar menjadi citra diri suku dayak.
“Karena saya cinta seni dan budaya, walaupun memiliki rutinitas yang cukup padat. Tetapi saya selalu menyempatkan waktu untuk bersama rekan-rekan, melatih kemampuan bermain sapeq. Untuk itulah saya bergabung dengan Tim Kesenian Miau Baru”, ungkap pria yang sehari-hari bekerja sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Kecamatan Telen. (Arso)