Berita PilihanKaltim

Sapeq Alat Musik Tradisional Masyarakat Dayak

194
×

Sapeq Alat Musik Tradisional Masyarakat Dayak

Sebarkan artikel ini
Salah-satu pemain sapeq dari Desa Miau Baru, Kongbeng.

SANGATTA – Mengenalkan Sapeq sebagai dawai tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, kepada masyarakat Indonesia secara umum adalah tugas semua pihak. Agar keunggulan lokal kultur, tidak hilang digerus jaman alias terlupakan. Sebagai alat musik yang dibuat dari kayu pilihan sebangsa kayu meranti, kayu pelantan, dan kayu adau. Sape berfungsi untuk menyalurkan rasa riang gembira sayang, rindu hingga duka melalui alat musik serupa dawai.

Kajan Lahan Ketua Kesenian Desa Miau Baru, Kecamatan Kongbeng menyebutkan sapeq sebagai alat musik dayak, masuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dayak pada umumnya. Bukan saja sebagai sarana untuk mengiringi pelaksanaan upacara-upacara adat semata, namun juga telah menjadi sarana hiburan.

“Saya berkeyakinan sekali, bahwa minat mengenal dan melestarikan sapeq sebagai alat musik atau berkesenian amat tinggi. Sehingga tidak hanya harus dimiliki atau digunakan oleh warga dayak, namun kedepan lebih dapat dikenal sebagai alat musik seperti alat musik pada umumnya. Diluar pemakaian untuk mengiringi pesta adat pesta panen maupun pertunjukkan-pertunjukkan khusus,” terang Kajan pada wartakutim.co.id

Sapeq sekarang berbeda dengan jaman dulu, saat ini ada perangkat tambahan alat eletronik. Sehingga baik secara kualitas suara maupun tampilan, menjadi lebih menarik. Dengan kata lain sudah menjadi alat musik serba-bisa, untuk ditampilkan dalam kegiatan berseni, terutama seni suara dan lagu.

Perbedaan sapeq dalam masing-masing masyarakat adat dayak ditempat-tempat lain di Kalimantan Timur atau Kalimantan, secara keseluruhan adalah pada instrumen lagu. Untuk di Kongbeng sendiri, ada beberapa judul lagu yang dikenal oleh masyarakat dayak setempat. Yakni Dot Siot, Lokbut Bu Ruy, Miau Kaka, dan Manuk Linu.

“Walaupun sapeq sendiri banyak digunakan oleh laki-laki dayak namun sejatinya tidak menutup kemungkinan untuk perempuan mempergunakannya pula. Bahkan paduan musik sapeq secara berkelompok alias dimainkan dengan alat musik tradisional lainnya, untuk di desa kami mulai sejak tahun 2010. Sebelumnya benar-benar asli hanya sapeq yang dipergunakan orang-orang tua dulu,” terang pria yang memfokuskan dirinya pada perkembangan kesenian setempat ini.

Dewan Kesenian Desa Miau Baru membuat sanggar-sanggar kesenian tiap Rukun Tetangga (RT), sehigga selain memperdalam tarian-tarian, anak-anak setempat juga diberikan pengenalan dasar penggunaan sapeq. “Dengan sendirinya muncul daya saing antar anak-anak tersebut, mereka jadi berlomba tanpa sadar untuk menjadi yang terbaik sebagai pemetik sapeq. “Teringat saat kecil, belajar dalam waktu satu tahun hingga dua tahun, sudah bisa memetik sapeq dengan baik. Saya kira asal ada kemauan, tentu ada jalan untuk memperdalam sesuatu,” ungkapnya sembari tersenyum.

Sementara itu Petrus Ivung, pemain musik sapeq mengaku jika perkembangan pelestarian penggunaan alat musik tradisional masyarakat dayak makin hari semakin membaik. Jika dulu hanya ditampilkan pada publik diluar suku dayak, saat kunjungan-kunjungan pejabat daerah maupun nasional. Kini sudah tidak lagi dipergunakan saat-saat khusus, namun benar-benar menjadi citra diri suku dayak.

“Karena saya cinta seni dan budaya, walaupun memiliki rutinitas yang cukup padat. Tetapi saya selalu menyempatkan waktu untuk bersama rekan-rekan, melatih kemampuan bermain sapeq. Untuk itulah saya bergabung dengan Tim Kesenian Miau Baru”, ungkap pria yang sehari-hari bekerja sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Kecamatan Telen. (Arso)