SANGATTA – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur telah melirik potensi-potensi besar untuk meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), jelang masa Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang menjadi ijin operasional PT Kaltim Prima Coal (KPC) berakhir pada 2021 mendatang. Terutama saat PKP2B akan berubah menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Khusus.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa menerangkan, selama ini jika melalui PKP2B, perusahaan tambang batu bara termasuk KPC hanya menyetorkan lump sum payment sebesar 100.000 Dollar Amerika (USD) yang dibayarkan kepada pemerintah. Namun dengan ke depan berubah menjadi IUP Khusus, maka semua pajak akan sesuai dengan aturan dan berapa besaran potensi sumber daya alam (SDA) mineral dan batuan (Minerba) yang mereka pakai.
“Berapa banyak jumlah galian C dan air tanah yang digunakan maka harus disetorkan pajak sesuai pemakaian. Sehingga hitungannya benar-benar riil. Tentunya hal ini akan menjadi potensi PAD yang luar biasa bagi Kutim,” ungkap mantan Kabag Keuangan Setkab Kutim ini.
Lebih jauh Musyaffa menerangkan, saat ini pemerintah pusat telah merevisi nilai lump sum payment dari 100.000 Dollar Amerika menjadi lebih kurang Rp 93 miliar. Sementara aturan pembagiannya adalah Rp 93 miliar dibagi dua antara pusat dengan pemerintah daerah. Sedangkan jatah 50 persen untuk daerah akan dibagi dua antara pemerintah provinsi dengan Kabupaten atau Kota lokasi produksi batu bara.
“Jika akhir tahun nanti kembali dibayarkan lump sum payment untuk dua tahun terakhir, yakni 2018 dan 2019 maka Pemkab Kutim akan mendapatkan PAD sekitar Rp 26 miliar. Uang tersebut tentu akan sangat bermanfaat untuk kelanjutan pembangunan di Kutim,” jelasnya saat ditemui wartawan. (Arso)