WARTAKUTIM.CO.ID,SANGATTA–Tak henti-hentinya buruh kembali turun ke jalan untuk menolak Omnibus Law. Pada Kamis (27/8/2020), ratusan buruh dari beberapa organisasi itu mendatangi kantor DPRD Kutim untuk menggelar unjuk rasa.
Dengan tuntutan yang sama organisasi buruh yang tergabung dalam, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI),
Aliansi SP/SB, dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) itu tetap gigih untuk berjuang menolak Omnibus Law. Dengan membawa berbagai bendera, ratusan buruh tersebut tiba di depan kantor DPRD Kutim sekitar pukul 10.30 WITA.
Maksud kedatangan ratusan buruh ini menuntut dan menolak Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan tersebut. Salah satunya, RUU Cipta Kerja ini memiliki konsekuensi terhadap pekerja. Lantas, apa itu RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Omnibus Law yang dikenal dengan UU sapu jagat ini dimaksudkan untuk merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran.
Omnibus Law itu akan mengubah puluhan UU yang dinilai menghambat investasi, termasuk di antaranya UU
Ketenagakerjaan. Setidaknya, ada 74 UU yang terdampak UU ini.
RUU yang tengah digodok ini disebut menambah beban bagi pekerja, khususnya mereka yang bergantung dari perusahaan.
Para pekerja bakal dibayar di bawah Upah Minimum Kota (UMK) sebab perusahaan menggunakan indikator jam kerja untuk membayar karyawannya.
Koordinator lapangan, Andre dalam orasinya mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja sangat merugikan para buruh karena RUU tersebut tidak berpihak kepada buruh seperti melegalkan tenaga outsourching dan tidak lagi ada upah minimum kabupaten (UMK), sehingga pekerja rentan diberi upah dibawah UMK.
Kemudian, sistem kerja kontrak bisa seumur hidup, jam kerja yang panjang, potensi hilangnya jaminan sosial, hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha dan potensi penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) secara bebas.