Berita PilihanNasional

Mencermati RUU Sisdiknas: Visi Merdeka Belajar Cuma Jargon

188
×

Mencermati RUU Sisdiknas: Visi Merdeka Belajar Cuma Jargon

Sebarkan artikel ini

b. Mengembangkan kompetensi yang relevan dengan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja.”

“Hakikat pendidikan yang seharusnya membawa pembebasan bagi seorang manusia seolah kehilangan roh akibat direduksinya kompetensi yang hanya berfungsi menyuplai kebutuhan industri,” kata Tri.

Pemerintah dengan visi Merdeka Belajar hanya akan berhenti sebatas jargon jika pendidikan semata-mata diarahkan untuk mencetak tenaga kerja. Hukum dan standar yang dimiliki pasar, dunia usaha, dunia industri maupun dunia kerja adalah suatu hal yang amat berbeda dengan hukum dan standar esensial yang dimiliki pendidikan.

“Tak akan pernah dicapai kemerdekaan jika pendidikan hanya menjadi pabrik bagi kebutuhan pasar yang sifatnya amat fluktuatif dan tak pasti tersebut. Pendidikan sama sekali tak boleh didikte oleh kepentingan- kepentingan modal dan pasar,” ujar Tri melanjutkan.

Begitupun dalam Pasal 83 ayat (4), “Pengembangan dan penetapan Kurikulum serta capaian Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dapat melibatkan Masyarakat dan/atau dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja”.

Kurikulum adalah satu aspek yang amat esensial dalam pendidikan. Melalui kurikulum, tenaga pendidik bekerja dalam menyelaraskan apa yang hendak dicapai pendidikan dengan semangat kemerdekaan dan bernegara yang tertuang dalam konstitusi.

Jika aspek yang amat penting ini dibuat dan dikembangkan oleh kepentingan industri, maka tujuan dari pendidikan itu telah berubah dengan sendirinya. Pendidikan tidak lagi menjadi ruang bagi tercapainya cita-cita bangsa, tetapi menjadi sebatas ruang bagi tercapainya cita-cita modal dan kepentingan pasar. Dalam hal ini negara pun telah lalai dan melepaskan tanggung jawab utamanya.

“Tanpa bermaksud melakukan simplifikasi, secara garis besar muatan-muatan naskah di atas memberi kita pemandangan bahwa para penyusunnya seakan tidak mengenal karakter dan budaya Indonesia sebagai sebuah bangsa. Maka dari itu, secara substansi dan paradigmanya mengandung cacat yang amat serius,” ungkap Tri. (Voi/Imr)