Belum hilang dari ingatan kita, saat kita dihebohkan dengan adanya berita tentang dijualnya tiga pulau di wilayah teritorial Indonesia dalam salah satu situs. Kalau memang hal itu benar adanya maka pemerintah harus mengambil sikap tegas terhadap hal ini.
Ada hal yang menarik dibalik kasus ini yang perlu kita cermati, apalagi kita hubungkan dengan posisi strategis Kabupaten Kutai Timur sebagai bagian dari Wilayah Teritorial Indonesia. Pada saat yang lalu, tepatnya Tanggal 4 sampai dengan 7 agustus tahun 2009, di Nusa Dua Bali tepatnya di Bali International Convention Center diselenggarakan KONGRES SURVEY ASIA TENGGARA dengan Tema Integrating Geo Information Islands. Kebetulan Kutai Timur mengirim 2 orang peserta yaitu Ir. Ordiansyah Tarlan, MP yang sekaligus sebagai Kepala Bidang Tata Ruang dan Pengendalian Lahan di Kabupaten Kutai Timur dan saya sendiri dari Dinas Kehutanan untuk mengikuti Kongres Survey dan cukup membuat saya bangga karena para expert international dalam bidang Geo Spatial hadir dalam Kongres Survey tersebut.
Dalam acara yang dibuka oleh Menteri Dalam Negeri tersebut mengemuka diskusi tentang pentingnya Pemberian Nama Rupa Bumi pada Informasi Geografis pulau pulau yang ada di Indonesia baik pulau besar, kecil ataupun pulau terluar yang ada di wilayah teritorial Indonesia. Dimana kita tahu nama-nama unsur geografi sangat terkait dengan sejarah pemukiman manusia. Saat manusia mendiami suatu wilayah di muka Bumi, maka manusiapun memberi nama kepada semua unsur-unsur geografi, seperti nama untuk sungai, bukit, gunung, lembah, pulau, teluk, laut, selat, dsb. yang berada di wilayahnya atau yang terlihat dari wilayahnya. Bahkan juga manusia memberi nama pada daerah yang ditempatinya, seperti nama pemukiman, nama desa, nama kampung, nama hutan atau nama nagari, sampai dengan nama-nama kota. Tujuan memberi nama pada unsur geografi adalah untuk identifikasi atau acuan dan sebagai sarana komunikasi antar sesama manusia.
Pemberian nama rupa bumi pada unsur geografis di wilayah Kutai Timur tentunya sangat penting apalagi sebagai Kabupaten yang baru terbentuk tentunya memerlukan Informasi Geografis yang detail dan akurat sebagai dasar perencanaan dan pembangunan daerah. Saat ini pemberian nama rupa bumi di Kabupaten Kutai Timur sangat tidak terorganisir, salah satu sebabnya antara lain ketika para transmigran yang pindah juga membawa nama tempat asalnya menjadi tempat nama desa baru dan menghilangkan nama desa setempat yang mempunyai arti budaya penting, padahal berdasarkan Resolusi UNCSGN (United Nations Conference on Standardization of Geographical Names), nama-nama geografi harus di diperoleh dari penduduk setempat., dicatat ucapannya (fonetiknya) dan ditranskripsi dari bahasa ucapan menjadi bahasa tulisan tanpa merubah bunyinya. Sangatta sendiri sempat berubah ubah, yang terakhir Sengat menjadi Sangatta. Contoh lainnya di daerah Long Mesangat para transmigran menamakan sendiri pemukimannya dengan nama tempat asalnya sehingga ada nama Sumber Sari, Sumber Agung, Mukti Utama di Kecamatan Muara Wahau ada Sidomulyo, Sukamaju, Wanasari dan masih banyak di Kecamatan lainnya. Contoh terbaru adalah kampung saya di Kecamatan Sangkulirang, dulu namanya Tanjung Babi sekarang menjadi Tanjung Harapan dengan alasan nama lamanya dianggap tidak cocok untuk promosi keluar padahal sepengetahuan saya Tanjung Harapan sendiri sudah digunakan di berbagai wilayah baik Nasional maupun Internasional. Ini akan membuat kekacauan dalam pelayanan pos, administrasi penduduk, kegiatan sensus, dan sebagainya.
Untuk itu di perlukan Peta sebagai sarana komunikasi antar sesama manusia dengan informasi nama unsur geografi yang lengkap. Permasalahannya selama ini peta peta dasar yang digunakan sangat minim sekali tentang nama unsur geografis tersebut. Peta yang kita gunakan di Kabupaten Kutai Timur ini belum memiliki informasi yang lengkap, contoh kecil saja untuk informasi nama Kampung, Sungai, Jalan, Teluk, Pulau, kita sangat jauh dari kata detail, ini merupakan salah satu masalah besar dalam identifikasi atau acuan perencanaan pembangunan kabupaten.
Bahkan yang paling fatal dalam suatu Peta Dasar Tematik Kehutanan yang digunakan di Kabupaten Kutai Timur jangankan untuk pemberian nama rupa bumi, pulau yang namanya Birah Birahan malah tidak termasuk dalam peta dasar tematik tersebut. Jangan salahkan jika suatu saat pulau yang indah dan kaya akan sumber daya alam itu di klaim negeri tetangga yang memang doyan mengambil pulau pulau yang ada di Indonesia. Karena seperti kita ketahui PBB merespons pengakuan RI bukan karena kita bisa menyebutkan jumlah pulau pulau yang ada di Republik ini melainkan harus bisa menyampaikan nama nama pulau sebagai kegiatan administrasi pemerintahan yang tertib. Begitu kita kehilangan pulau-pulau Sipadan dan Ligitan baru kita menyadari betapa pentingnya nama 2 pulau tersebut dalam arsip nasional kita, karena sejak Deklarasi Djuanda 1957 nama kedua pulau tersebut tidak termasuk dalam daftar pulau-pulau terluar dan dalam arsip pemerintahan Belanda sebelumnya pun, nama kedua pulau itu tidak masuk dalam administrasi pemerintahan Belanda. Tidak ada nama kedua pulau tersebut dalam arsip administratif yang terbawah di desa, kecamatan, kabupaten.
Mengingat berbagai hal tersebut diatas sudah saatnya kita bertindak cepat untuk menyusun kembali produk hukum apapun mengenai kegiatan dan standarisasi nama-nama geografik dan menindak lanjuti dengan inventarisasi nama nama unsur geografis yang ada di Kutai Timur sehingga kita bisa segera memberikan nama rupa bumi pada wilayah yang tersebar di Kabupaten Kutai Timur ini sebagai salah satu akses informasi didunia digital serta sarana komunikasi kehidupan masyarakat sehari hari dan yang tak kalah pentingnya nama rupa bumi merupakan elemen yang sangat penting dalam kaitannya sejarah pemukiman dan jati diri masyarakat kita yang kaya akan aneka budaya. (Irwan Ridwan)